Saya tahu ada ada beberapa hal menyenangkan datang, bukan sebagai
pengganti, karena memang beberapa hal tak akan terganti. Tapi, tak ada salahnya
untuk merasa sedikit senang. Senang karena beberapa hal menyenangkan datang,
untuk mengingatkan.
Terakhir kali berkomunikasi dengan Bapak, mungkin Oktober dua tahun
lalu. Sebelum dia terkena stroke, mendadak sekali dan kami semua kaget. Orang
yang tak pernah mengeluh sakit selama hidupnya. Memang ya, tak ada yang pasti
di dunia ini.
Komunikasi saya dengan Bapak begitu klise. Ia lahap habis semua halaman koran
hampir setiap hari. Langganannya, Kompas untuk skala nasional, Pikiran Rakyat
untuk skala regional. Setelah pensiun, ya teman sejati di pagi harinya, dua
surat kabar itu.
Menjelang siang, saya baru bangun. Ya kami ngobrol soal apa yang
dibacanya tadi pagi. Tentang apa saja, dari politik hingga olahraga. Ngobrol ngalor ngidul dan
sok bener tentang negara, atau tentang hasil pertandingan sepak bola semalam.
Kata ibu, ia komentator sejati. Kasarnya, "Jago komentar doang." Bapak
hanya tersenyum mendengarnya.
Entah kenapa mendadak rindu obrolan klise macam itu. Saya amat
bersyukur stroke tak memisahkannya selamanya dari saya. Tapi juga kecewa karena
itu pula, saya tak bisa lagi berkomunikasi kata-ke-kata dengannya. Stroke tak
hanya pernah membuat separuh tubuhnya lumpuh, tapi juga membuat kemampuan
bicaranya lenyap. Setelah itu, ia hanya mengangguk, menggeleng, dan tersenyum
terhadap orang-orang yang bercengkerama padanya.
Kerinduan terhadap sosok orang tua laki-laki sedikit terbayar dua pekan
lalu. Pulang dari Jakarta, singgah di tempat teman menjelang sahur. Jelas ada
yang menyambut, karena sudah 'wanci janari'. Menunggu makanan siap saji, kami
ngobrol ngalor-ngidul. Bapak si teman ini juga gandrung obrolan seputar media
massa. Topik-topik terhangat ia ikuti. Kami jadi mengobrol tentang itu, juga
tentang hal-hal lain yang lebih sederhana, tentang hidup, kerja, dan
rencana-rencana ke depannya (nggak sederhana-sederhana banget ternyata, xp).
Senang saja rasanya ketika bertemu bapak-bapak yang lebih tua, menaruh
perhatian lebih terhadap kita, di saat, ya mungkin sedikit banyak yang merasa, kita
rindu perhatian macam itu. Ya, menyenangkan rasanya.
Dan ia menawarkan untuk sahur di tempatnya. Obrolan masih jauh dari
usai. Rasanya tak ada salahnya untuk menyicip masakan ibu si teman yang
terkenal jago masak ini. Tergoda pula. Tapi di rumah juga ada yang berharap
saya tiba. Meski biasanya makanan sahurnya cuma 'ceplok endog' dan ayam goreng
yang dipanaskan sisa semalam.
Seperti yang sudah saya bilang di atas. Beberapa hal menyenangkan
datang untuk mengingatkan. Di rumah, Bapak yang ternyata ikut puasa pasti
menunggu. Meski ia tak bisa secara eksplisit bilang rindu. Tawaran itu, justru
jadi pengingat bahwa masih ada tanggung jawab lain yang harus saya penuhi.
Saya pamit. Di perjalanan pulang ke rumah yang tak sampai setengah jam
saya berharap Bapak cepat pulih lagi. Membaca koran lagi dan kembali bertukar
cerita tentang apa yang tercetak di sana. Sekarang mungkin beda rasanya, saya
jadi salah satu pelakunya, peliput berita-berita itu. Bapak mungkin senang.
Atau ya bila itu terlalu berat. Setidaknya hanya ingin mendengar ia berkata,
"Gimana kabarmu sekarang?" Dan saya akan bercerita tentang semuanya,
mengalihkan perhatannya dari segala apa yang ia dengar, lihat dan baca. Saya bersyukur masih diberi kesempatan kedua, ketiga, dan seterusnya.
- - -
Ditulis oleh Btok di Radio Dalam, Jakarta Selatan (29/7) setelah
menonton Le Grand Voyage.
- - -
Film itu memang kamvreetttssss.
ReplyDeleteYou should make the best of your time with him. :)
iyaaaaaa, x).
ReplyDelete