Thursday 14 February 2013

YOU ARE BEAUTIFUL



1.
Tak semua orang merayakan Hari Kasih Sayang. Begitu pula saya, karena klise memang alasannya: satu hari tak cukup untuk berbagi kasih sayang. Kepada siapa saja, orang tua di rumah, teman-teman terbaik, pacar, atau mungkin orang asing yang butuh pertolongan di jalan. Tapi saya setuju bila orang-orang menjadikan 14 Februari sebagai momen pengingat rasa berbagi. Karena kebanyakan dari kita sudah lupa bagaimana caranya.
Misalkan saya, lupa kapan terakhir menanyakan kabar orang tua di Bandung, dan nenek di Garut. Lupa untuk sekadar mengucapkan selamat ulang tahun pada sahabat. Atau misal, memilih tak turun dari motor dan membantu ketika melihat seorang paruh baya kesulitan menyeberang di jalan raya, atau beberapa orang terlihat kewalahan mendorong mobilnya yang mogok.
Saya rela bila hari ini, saya diingatkan.

2.
Tentu saya tidak akan lupa. Apalagi karena salah satu proyek favorit saya di Kickstarter, terpenuhi lelangnya dua hari yang lalu. Nama proyeknya, ‘You Are Beautiful Book’ oleh Matthew Hoffman. Sejak 2002 lalu, proyek ini menjadi sebuah instalasi viral, menyebar hingga seluruh dunia.
Idenya sederhana, membagikan stiker bertuliskan ‘you are beautiful’ berukuran (mungkin) 10x7 sentimeter. Stiker ini awalnya dibagikan 100 lembar saja, tak ada yang menyangka, sepuluh tahun kemudian, 500 ribu stiker telah menyebar ke seluruh dunia. Menjadi viral karena pesannya tegas dan sederhana. Kemudian orang orang mengkreasikan pesan ini menjadi sebuah instalasi seni yang baru. Jadi pahatan, mural, lukisan, atau sekadar stiker dengan desain yang lebih nyeni.
This message meant to improve lives on a personal level,” ujar Matthew Hoffman dalam laman proyeknya. Dengan mendonasi proyek ini, kata ia, kamu tak hanya mendukung pembuatan bukunya, tapi juga membekingi pesannya: hidup terasa lebih indah jika kamu menyatakan keindahan terhadap sekitarmu. Ya, kurang lebih begitu lah teorinya.
702 backers mendonasikan duitnya di proyek bernilai US$ 25 ribu ini. Sampai ditutup dua hari lalu, proyek ini telah menyerap sumbangan US$ 30.290. Dilihat secara kasar, proyek ini tak bersifat sosial, namun dilihat lebih dalam, masalah sosial yang ada sekarang ini, justru banyak terjadi karena pesimisme terhadap utopia.
Ikut senang karena proyek ini berhasil di momen yang pas. Terima kasih sudah kembali mengingatkan, bahwa hidup itu indah.
“Jalankanlah, hidupmu yang indah. Jangan pernah, kau berkeluh kesah. Walau kadang engkau lelah,” Hidup itu Indah – Naif.
- - -
Ditulis Btok di Radio Dalam, Jakarta Selatan (14/2). Selamat menjalani hidup yang indah, x).

1901



1.
X: Are you ok?
Y: I’m fine. This is difficult.
X: Do you have doubts about this?
Y: Sometimes :(. But i know i love you.
X: I love you too.
. . .
X: What did you have for lunch? You have been in there for ages :).

2.
Ini cerita tentang sepasang yang resah dalam video klip ‘1901’ – Birdy, yang mengcover lagu Phoenix. Si lelaki mirip Russel Brand, memakai baju ungu polkadot putih. Si gadis pirang, murung seusai pesta, entah kenapa dan langsung mengunci diri di kamar mandi.
Percayalah, lelaki kerap tahu jika ada yang salah dengan pasangannya. Terlebih mungkin karena wanita, tak pandai menyembunyikan perasaan. Beberapa di antara para lelaki terkesan membiarkan. Beberapa lagi suka tak tahan untuk bertanya, “Ada apa?” X memilih opsi kedua.
Tak salah rasanya bertanya. Mungkin yang salah, larut dalam pertanyaan tanpa jawab itu. Tapi tak ada juga yang benar, membiarkannya berlarut-larut seperti menggelindingkan bola salju. Tapi lagipula di dunia ini, benar dan salah itu relatif, bukan? Apalagi mungkin dalam menjalin hubungan, kita tak selalu harus sepaham, tak selalu harus saling mengerti. Tapi ada baiknya untuk selalu tetap saling percaya.
X tahu Y kadang-kadang ragu. Tapi X tahu Y masih menaruh harapan padanya. X memilih untuk menggantungkan pertanyaan, karena menurutnya terlalu banyak bertanya, indikasi hilang percaya. Ia bergeming, memercayai apa yang dialami kekasihnya hanyalah trivial. Tapi di satu sisi, X mulai menyicil untuk berpaling.
Ia sadar, bahwa ia bukan Paris. Kota megah yang terjebak dalam euforia akhir abad ke-19. Menara Eiffel yang mereka bangun perlahan berkarat, dan percuma lagi waktu untuk membanggakan masa lalu.
- - -
Ditulis oleh Wichita di Radio Dalam, Jakarta Selatan (13/2).

Tuesday 12 February 2013

DRUPADI KEBELET BOKER


1.
“Drupadi ingin terbang sendiri. Jangan jadi sangkar, jadilah langit yang lebar. Jangan jadi sayap, jadilah angin yang senyap,” kata Mas Hujan.

Semalam ia  mendalang. Kisahnya, ‘Drupadi Kebelet Boker’. Suatu hari ceritanya di Hastinapura, Yudhistira merasakan ada sesuatu yang aneh dalam diri istrinya. “Apa gerangan yang kau rasakan, Dinda?” Drupadi menggeleng, matanya sayu. Yudhistira mengulang pertanyaannya.
“Tak apa-apa Kanda, aku hanya kebelet boker,” ujar Drupadi. Kalau begitu, kata Yudhistira, “Bokerlah!” Drupadi kembali menggeleng, “Aku ingin buang air di angkasa, seperti burung yang luas kamar kecilnya.”
“Tapi Adinda bukan burung,” ujar Yudhistira heran dengan permintaan sang istri. “Tapi aku merasa dalam sangkar,” ujarnya membalas. Yang tak pernah Yudhistira dan adik-adiknya tahu, semenjak mereka miliki, Drupadi merasa terpenjara.
“Kalau begitu pergilah, ambil kembali kebebasanmu,” ujar Yudhistira setengah rela, bersedih seperti rasanya kalah berjudi dadu. “Tapi aku bukan burung, Kanda.” Drupadi kembali bersedih, agar tak menjadi beban, berhari-hari ia memilih menjaga jarak dengan suaminya.
Kepada dewa-dewa Yudhistira berkonsultasi. Mereka berjanji memberi Drupadi sepasang sayap. Dengan syarat, Yudhistira harus membelah dirinya menjadi dua dengan tombak Kalimahusada. “Selalu ada pengorbanan dalam tiap pembebasan,” itu kalimat terakhir sebelum Yudhistira bertemu ajal.
Yudhistira mati dan sirna, tubuhnya terbelah dua menjelma dalam bentuk lain. Separuh tubuhnya ke atas menjadi angin. Separuh tubuhnya ke bawah menjadi langit. Di saat yang bersamaan, dua pucuk sayap tumbuh dari pundak Drupadi. Angin mengepakkan sayapnya, langit rela dipijakknya. Yudhistira tak lagi memiliki, tapi dimiliki Durpadi.
Drupadi hendak pamit pada Yudhistira, tapi ia sudah tak di ‘sana’. Drupadi yang sudah bebas, tak lagi menunggu. Ia melesat bebas, terbang tanpa arah. Ia melihat lansekap alam dari ketinggian, melihat betapa sepinya puncak dunia, melihat matahari yang tak pernah terbenam, dan menggapai bulan. Drupadi meraih kebebasannya.
Satu hal yang belum dilakukannya justru buang air di angkasa. Berjam-jam ia terbang konstan dalam posisi jongkok di langit. Raut muka senangnya tiba-tiba hilang, “Aku tak lagi kebelet boker.” Padahal kepada suaminya ia berkata itu obsesinya.
Dengan sepasang sayap, Drupadi telah mendapat jauh yang lebih menyenangkan daripada itu. Tapi ia suatu saat menyadari, percuma bebas jika tak punya tujuan.

“A-a-aku ingin boker :(,” ujarnya menangis di langit dan seketika hujan jatuh ke bumi. Yudhistira tersenyum saja di balik awan. Tangannya menjelma angin yang mengusap air mata kemudian mendekapnya.
- - -
Ditulis oleh Btok berdasarkan naskah 'wayangaco' Mas Hujan di Radio Dalam, Jakarta Selatan (12/2).

Monday 11 February 2013

CHERIE AMOUR



1.
Setidaknya saya harus bilang terima kasih pada Marcia. Entah siapa nama belakangnya. Gadis pujaan hati Stevie Wonder yang dia suka waktu masih belia. Saya berterima kasih karena ‘Oh My Marcia’ diciptakan untuknya.
Dan setidaknya lagi saya harus ikut bersyukur mereka putus (jahat sih). Karena itu membuat ‘Oh My Marcia’ berganti judul jadi ‘My Cherie Amour’. Judul yang liris dan manis. Saya senang karena dengan pergantian judul (juga liriknya), membuat lagu ini lebih bersifat universal. Jadi tak salah bila Pat Politano (diperankan oleh Bradley Cooper) menjadikannya lagu perkawinan dengan istrinya dalam film ‘Silver Linings Playbook’.
Terinspirasi film tersebut, saya pikir seru juga kalau calon pasangan hidup nanti bilang, “Aku juga ingin mendengarnya di hari pernikahan.” Jangan kelamaan mikir, #lamar, #kawinin. Tapi ingat, jangan lupa berdoa, takutnya nasibmu sama ngenesnya kayak Pat Politano, xp.
- - -
"My cherie amour, pretty little one that i adore. You’re the only girl my heart beats for. How i wish that you were mine," Stevie Wonder.
Simak deh, Stevie Wonder nyanyi lagu ini di Hyde Park, 2010, merinding (0:50, Neng, nyanyi Neng). Disimak juga mas/mbak, Chris John nyanyi Cherie Amour pake ukulele, xp. Atau yang ini bro, versi BuenaVista feat Eros Ramazotti, excelente.
- - -
Ditulis Btok di Radio Dalam, Jakarta Selatan (11/2). Apa lagu Stevie Wonder favoritmu?

HELLO AGAIN



1.
Akhirnya ngeblog lagi. Ngeblog yang sekadar ngeblog: bercerita. Saya menyadari sebagai manusia tiap harinya saya mendengar dan (ingin) didengar. Kalau melintir ucapan salah satu big boss di kantor, berhenti bercerita, habis sudah seorang manusia (dia bilang: berhenti bertanya, habis sudah seorang wartawan).
Beberapa minggu lalu, saya memilih berhenti bercerita. Beberapa orang berkata apa yang saya tulis terlalu personal. "Apa pantas dipublikasikan?" tanya salah seorang dari mereka.
Ada benarnya memang. Dan saya menyadari itu. Bodohnya, bukan mengevaluasi, saya malah berhenti bercerita. Saya tutup gerai blog ini beberapa pekan lalu saat seorang teman berkata, "Sedih bacanya, x( (pake emot biar dramatis, xp)."
Beberapa cerita terakhir yang diunggah memang tentangnya. Sedih memang rasanya bahkan saat kata-kata itu masih ada dalam kepala. Yang bikin menyedihkan, tulisan itu, ya tadi seperti saya bilang, sifatnya personal. "Mengapa orang lain harus ikut baca?"
Sampai saat itu, saya menyadari bahwa saya menulis bukan untuk berekspresi, melainkan semata berimpresi. Saya tidak bercerita tentang apa yang saya rasakan, tapi bercerita tentang bagaimana saya menangani perasaan yang saya alami. Mungkin cerita saya belum sampai tahap menggurui, tapi sudah masuk lah level orang yang sok merasa paling pintar dalam sebuah kelas.
Maka itu, ketika si teman bilang sedih, sebenarnya ia juga bersedih karena rasa bukan wacana. Saya selalu menganggap begitu awalnya. Padahal yang akhirnya saya pelajari, rasa itu tak perlu banyak teori, praktikkan saja tanpa perlu ba-bi-bu. Ketika kamu merasa senang, ya tertawalah. Ketika sedih, menangislah. Karena bersedih itu wajar, tapi jangan sampai menyedihkan.
Maka tak aneh bila si teman tak bisa paham dengan apa yang saya rasakan. Lha wong saya nulis bukan untuk berekspresi. Pantas bila apa yang saya tulis tak bisa memberi reaksi, jauh-jauh menginspirasi.
Maka itu ada baiknya mulai sekarang saya memilah-milah cerita. Apa yang perlu disampaikan pada diri sendiri, simpan saja dalam kepala. Apa yang perlu disampaikan secara personal pada orang lain, sampaikan lewat sebuah pertemuan atau pesan panjang. Barulah pajang di blog, jika dirasa orang lain bisa nyaman membacanya.
Seperti saya bilang tadi, boleh bersedih, tapi jangan menyedihkan. Boleh bersedih, tapi jangan membuat orang lain sedih lah.
Inga'-inga'(sindrom mau pemilu, xp) hidup cuma satu kali, jika kamu rasa sulit untuk membuat dirimu senang, senangkanlah orang lain. Dengan cara sederhana saja, ya misal, lewat sebuah cerita, x).
- - -
Ditulis Btok di Radio Dalam, Jakarta Selatan (11/2). Selamat membaca kembali, kawans, x).