1.
Tak ada hari yang lebih baik daripada hari ini. Bangun dengan kabar bahagia, lewat tautan yang dikirim seorang teman. Tentang Sore dan single barunya berjudul 'Sssst...'.
Tak ada hari yang lebih baik daripada hari ini. Bangun dengan kabar bahagia, lewat tautan yang dikirim seorang teman. Tentang Sore dan single barunya berjudul 'Sssst...'.
Anj*ng! emang. Baru saja kecele, sampai
minggu lalu saya masih mengira band ini bubar. Gara-garanya, waktu mereka
manggung di Kuningan, saya seolah dengar, "Ini panggung terakhir
kami." Ternyata setelah dicek lagi, "Ini panggung terakhir kami
dengan Mondo (Ramondo Gascaro, keyboard). Hehe.
Entah kali ya, dunia kerja udah bikin
saya luput banyak hal penting yang saya suka. Bisa-bisanya menganggap demikian
dan putus asa tanpa lebih lanjut memverifikasi. Atau mungkin dalam beberapa
hal, saya tak pernah lagi berharap banyak. Album terakhir mereka dirilis hampir
lima tahun lalu. Personil-personilnya sibuk dengan proyek sampingan, dari
mengisi original soundtrack banyak
film keren hingga Molly May yang tak kalah kerennya. Terlalu lama rasanya untuk
tetap berharap.
Alih-alih saya pikir sempat tak apa
kehilangan satu 'sore', tapi toh, lima elemen senjanya masih tetap saya nikmati
karya-karya terbarunya. Hingga sadar suatu waktu, satu senja megah yang utuh,
tak akan pernah bisa kamu nikmati terpisah.
Tentang Sore, saya sempat, masih dan
akan terus selalu suka. Kalau tak salah, sampai tak pernah absen jika mereka
manggung di Bandung. Tak ada lagi rasanya bagi saya, sebuah band yang lebih
dari separuh lirik di seluruh albumnya hafal di luar kepala. Atau dalam skala
'lebih'nya, tak ada lagi rasanya, lagu-lagu yang ketika terdengar secara random
di sebuah tempat, membuatmu bergeming, berhenti melakukan kegiatan apapun,
kecuali Sore. Bagi saya, mendengar 'Sore', ibarat sebuah ibadah yang bisa
dilakukan kapan saja.
Meski tak pernah bosan (ah, andai ibadah semudah ini). Ada kalanya, saya ingin mendengar lantunan
ayat-ayat baru dari mereka. Jelas rindu, tapi di satu sisi juga penasaran,
bagaimana musiknya kini setelah ditinggal Mondo. Dan seorang teman beberapa
hari lalu mengirim tautan berita, kalau tak salah judulnya 'Sore Garap Album
Baru'. Sekaligus memverifikasi bahwa keputusasaan saya salah.
Dan kini, 'Ssst...' mengiang di telinga.
Saya tak terkejut dan mungkin tak ikut-ikut berkata 'Gila!'. Karena tiap mendengar
pertama kali, musik mereka selalu tak pernah berhasrat memuaskan. Tapi mengajak
berpikir, lewat lirik, nada, dan bagaimana mereka melantunkannya. Sore adalah
sebuah band, yang membikin penggemarnya puas dengan pikiran mereka sendiri.
Maka tak aneh, bila sekarang saya merasa baru bisa menikmati 'Setengah Lima',
single pertama di album 'Ports of Lima'. Sekian lama..., entah saya sulit merasa puas, atau begitu lambat otak ini mencerna, xp.
Dalam 'Sssst...', jelas dahaga kampiun
mulai tercicil. Ibarat sebuah oase di kemarau karya mereka selama lima tahun
terakhir. Seolah saya bisa berkata, “Mata air sudekat!” ketika mendengarnya.
Tapi tanpa Mondo, jelas ada yang kurang.
Entah apa istilah teknisnya, tapi saya tak lagi mendengar peluit sendu dari
tuts-tuts piano di bawah jemari Mondo. Bukan berarti lagunya nggak bagus, tapi
ya seperti ini misal: senja kemarin dan hari ini tak akan pernah lagi sama, walau setara
takjubnya. Dan barangkali ke depannya memang Sore bakal begini konsepnya.
Harapan saya di albumnya kelak, nomor megah seperti 'Bebas' di album pertama
dan '400 Elegi' di kedua masih membentang. Walau pasti, tak bakal lagi ada
semacam 'No Fruits for Today'.
Saya suka artwork lagu ini. Begitu depresif, sesuai pesan lagu yang hendak
disampaikan. Kurang gila apalagi coba orang yang hendak menyedot (bukan
menenggak!) sebotol obat nyamuk cair. Seolah pesannya: Jangan gila, nanti cepat
mampus. Haha!
2.
Sebuah lagu yang bagus selalu membikin saya membayangkan ilustrasinya. Dalam 'Ssst...' saya membayangkan seorang yang jadi gila, karena malu untuk marah, karena mememdam begitu lama ternyata lelah. Kurang lebih begini ceritanya:
Sebuah lagu yang bagus selalu membikin saya membayangkan ilustrasinya. Dalam 'Ssst...' saya membayangkan seorang yang jadi gila, karena malu untuk marah, karena mememdam begitu lama ternyata lelah. Kurang lebih begini ceritanya:
- - - Seseorang masuk ke sebuah ruangan
kedap suara dan cahaya. Penuh barang-barang yang memang sudah siap dirusak,
menunggu dibanting dan dipiting. Dan tunggu apalagi gelas-gelas kristal pecah,
piranti kayu patah. Tembok retak, keramik-keramik berserak. Ruangan ini
mempersilakan orang-orang waras menjadi gila. Dan nantinya kembali waras ketika
tak ada lagi barang yang bisa dirusak kecuali dirinya sendiri. Setelah tenang,
ia keluar dari ruangan itu, seorang gadis kecil yang menunggunya di luar. Gadis
kecil itu ketakutan melihat ia yang penuh peluh, matanya nyalang.
"Ssst..." ujarnya sambil
tersenyum. Satu telunjuknya disilangkan di garis bibir. Mata yang nyalang itu
seketika lembut. "Apakah orang 'gila' tak boleh punya harapan? Atau
harapan telah membuat orang-orang menjadi gila?" ujar gadis itu kelak
ketika dewasa. Membayangkan lelaki yang dulu bilang akan menunggunya dewasa, untuk
mempersuntingnya. Lelaki yang sekarang nyawanya sudah hilang entah ke mana,
karena gila, ia terlalu letih untuk berharap. - - -
3.
Lagu ini memang terdengar sedikit psycho (seperti ‘In 1997 The Bullet Was Shy’), tapi amat menyenangkan. Setidaknya bagi kampiun karena telah mengobati rindu. Dan pula menyenangkan bagi para orang-orang 'gila', untuk tak pernah kehilangan harapan.
Lagu ini memang terdengar sedikit psycho (seperti ‘In 1997 The Bullet Was Shy’), tapi amat menyenangkan. Setidaknya bagi kampiun karena telah mengobati rindu. Dan pula menyenangkan bagi para orang-orang 'gila', untuk tak pernah kehilangan harapan.
Dan akhirnya menyenangkan bagi saya,
karena tak ada yang lebih baik dari hari ini. Ketika satu lagu datang seolah
membaca situasi yang sedang terjadi. Lagu itu mengiang di telinga untuk dinikmati
sekaligus mencoba memperingatkan, "Ku bisa gila tak berharap."
Tak ada yang lebih baik dari hari ketika
kamu diingatkan untuk tak letih ber-asa, meski risikonya, kamu bisa (dibilang)
gila. Tapi dalam setiap waras yang terpendam, kita sudah punya 'gila'-nya
sendiri. Jadi jangan pernah membuang ke'gila'an, karena 'gila' punya jiwa. Maka
tetaplah 'gila', tapi jangan pernah hilang harapan, agar kelak tak jadi gila.
- - -
Ditulis Btok di Duren Sawit, Jakarta
Timur, Rabu (20/3) dengan penuh harap.
Ilustrasi yg menggila gan, he hehe... Saya pun mengira band ini sudah bubar, sampai tiba-tiba waktu serasa terhenti, saat saya mendengar refrain lagu sssst mengalun merdu di radio tua tempat saya bekerja. O my goodness.. It's awesome!
ReplyDeleteKerasa banget ga ada mondo.. ga ada tuts-tuts piano centil dan mengagetkannya.. Nice review gan.. hehe...
ReplyDeleteYa ya ya... lagu inilah asal muasal sy menemukan blog yg begitu pas dibaca sambil dengerin lagu" dari sore... dan band" sejenisnya... oase ya... menunggu goresan" selanjutnya....:P
ReplyDelete