Thursday 13 February 2014

HER - SPIKE JONZE (2013)


1
Sebelum bercerita tentang film ini, mari sedikit bahas soal 'Lost in Translation', dan sedikit banyak Sofia Coppola mempengaruhi 'Her'. Dalam 'Lost in Translation' kita bertemu dengan Catherine (Scarlett Johannson). Ia 'tersasar' di Tokyo, diajak ke sana, namun kemudian ditinggalkan suaminya yang gila kerja. Dulu, banyak kritikus bilang, 'Lost...' adalah tentang Sofia, paska perceraiannya dengan, ya, Spike Jonze!
Dan ketika Jonze mengumumkan akan merilis 'Her', kritikus yang sempat tertidur sepuluh tahun lamanya, bangun kembali. "Tuh kan, tuh kan," kira-kira begitu lah desas-desus yang muaranya berkesimpulan 'Her' adalah respon dari 'Lost...' Sofia Coppola.
Setidaknya ada beberapa hal yang menguatkan asumsi itu. Di 'Lost...', Sofia lebih jujur. Catherine jelas meninggalkan suaminya dengan alasan kira-kira begini, "Ah, si John (Giovanni Ribisi) mah, gawe muluk! Nyebelin!" Meski hal itu tak terungkapkan dan membuat Catherine teralienasi, hingga nantinya ia bertemu Bo Harris (Bill Murray). Dan membuat kita selalu penasaran dengan apa yang dibisikannya pada Catherine di ujung film.
Jonze memilih untuk lebih tertutup mengapa karakter Theodore Twombly (Joaquin Phoenix) harus berpisah dengan Catherine (Rooney Mara, cantik banget bikin migren di sini, di Side Effect juga, < 3). Klunya disempilkan singkat dalam perbincangan mereka ketika akan menandatangani surat cerai. Catherine hilang kendali, intinya ia bilang, "It makes me sad. You can’t handle real emotions, Theodore."
Eh sebentar, Catherine kan benar. Rooney Mara di 'Her'? Scarlett Johannson di 'Lost...'? Tuh kan, ah, kalian berdua, Spike, Sopia, ..., :s.
Tapi Jonze lebih jujur ketika mengatakan 'Her' adalah produk semi-otobiografisnya. Tentu kita bisa menerka cerita tentang OS1 yang dimajikani Theodore adalah metafora, bagian ‘semi’ dari semi-otobiografinya. Dan sisanya mengenai Catherine, bisa jadi benar dialami. ya, BISA JADEE!
Karena saya tipe orang yang menganggap "art never comes from happines," saya yakin sih Jonze amat sangat curcol lewat 'Her'. Film ini adalah seni, dan itu mungkin berarti, Jonze masih tak bahagia. Ini jawaban bagi Coppola (yang kini sudah menikah lagi, 2011 silam), sepuluh tahun setelah anak kedua Francis Ford Coppola itu 'tersasar'. Sebuah respon, pernyataan tegas tentang kondisinya saat ini.
Dalam 'Her', Jonze menyelimuti kegelisahannya dengan macam hal menakjubkan. Latar masa depan yang tak berselang lama (syuting di Shanghai, 2013), di sebuah kota yang siangpun gemerlap karena gedung-gedungnya tak hanya mencakar langit, tapi juga memantulkan sinar matari. Ia menciptakan sebuah kondisi psikologi di mana orang-orang nyaman dengan kesunyiannya masing-masing. Ditemani teknologi, menghibur orang-orang yang selalu tak puas dengan apa yang cukup baginya. Dan bagi beberapa dari mereka, termasuk Theodore, teknologi menyempurnakan hidup.
Hingga akhirnya Theodore bertemu Samantha (Scarlet Johannson, suaranya doang), operating system nan jenius, seperti Siri punya Apple, tapi punya simpati dan empati. Lebih dari itu, OS ini selalu berkembang tiap harinya, lebih dari sekadar asisten digital pribadi, melainkan teman ngobrol, penghibur, hingga, ...kekasih, ya, hingga kekasih dalam defiinisi teman tidur di kasur.
Ini jadi jualan 'Her', jujur bila premisnya seperti ini, saya sangat tertarik. Setelah 'Where The Wild Things Are' (yang saya cuma suka soundtracknya, Karen O, dan ia ngisi lagu lagi di 'Her'), saya tak berpikir untuk menonton karya Spike Jonze lagi. Juga Scarlett, sebelumnya suara Samantha akan disampaikan oleh Samantha Morton, namun di tengah film perannya dicabut (meski tetap masuk kredit). Alasannya, suaranya kurang punya afeksi. Saya sih curiga bukan itu alasannya. Pertama karena ini Hollywood, ketika curhatan seorang sutradara difilmkan, tetap harus menjual. Siapapun pasti lebih setuju mendengar (dan membayangkan) ditemani Scarlett selama film ini diputar. Apalagi mendengar ia mendesah di tengah-tengah film ketika mencoba memuaskan Theodore.
Kedua, karena Scarlet adalah sentral dalam 'Lost...', ia adalah Catherine. Sudah saya bilang kan ini adalah repson untuk Coppola. Jonze ingin menyampaikan itu lebih tegas.
Untungnya, Scarlet tampil ciamik. Bukan saya saja yang ngomong. Buktinya, ia hampir bikin rekor, hampir masuk nominasi Oscar untuk kategori aktris terbaik, hanya untuk suaranya saja. Ide ini ditolak, ia tetap digdaya meski tanpa piala.
Eh tapi sebentar, ada yang ngeh gak kalau tak cuma Scarlet yang tampil tanpa raga di 'Her'. Ini bakal jadi trivia seru, silakan cari Kirsten Wiig di film ini. Dan kalau saya jadi Theodore, saya akan lebih jatuh cinta pada Wiig ketimbang Scarlet bila keduanya menjadi OS.
Tak hanya Scarlet, semua pemeran wanita dalam 'Her' tampil bagus. Rooney Mara mah saya nggak mau komen, gak bisa subjektif tentang ia setelah 'Side Effects', < 3. Amy Adams juga tampil tanpa beban, senang lihatnya keluar dari stigma perannya yang kerap tampil terlalu rapi (eh tau-tau bocahnya menang aja di 'American Hustle'). Terakhir, Olivia Wilde, meski cuma tampil sebentar, tapi bikin saya amat menyesal melewatkan 'Drinking Buddies' sebelum menonton 'Her'.
Dan muaranya, Joaquin Phoenix mau tak mau harus tampil kuat, kata kritikus luar ini penampilannya yang meditatif, gentle, dan cerebral. Setuju, pas, tak se'berlebihan' di 'The Master, meski bagus juga ia main di sana. Ia membuktikan itu dengan membuat yakin kalau orang bisa berkomitmen dengan teknologi.  meski beberapa gesturnya mengingatkan saya pada Leonard Hoftstader di 'The Big Bang Theory (series)'. Versi lebih tinggi dan lebih ganteng mungkin. Tapi ya kalau boleh saya terka, referensi karakter Theodore adalah Leonard, dan kumisnya yang tertinggal sepulang ekspedisi dari Antartika. Ohya, dan soal komitmen, ini bukan hal pertama, dalam 'Big Bang...', Raj juga pernah hampir jatuh cinta pada Siri. Beberapa sub-plotnya juga mengingatkan salah satu episode dalam serial science fiction asal Inggris, ‘Black Mirror’. Jadi ya, yang orisinal di sini bukan idenya, tapi keberanian sutradara untuk bertunangan dengan masa lalunya, menjadikan ini konsumsi publik, untuk direnungkan.
2.
Tapi di atas (mungkin sudah pada lupa, karena baru sadar kok panjang banget ya tulisannya), saya sudah bilang kalau cerita Theodore dangan OS1 adalah metafora. Beberapa kritikus menyebutnya ini sisi gila kerja Jonze. OS1 merepresentasikan film, video, semua karya visual yang diciptakannya. Dan Jonze jatuh cinta kepadanya. Jatuh cinta pada hal yang tak perlu punya raga, tak perlu punya nafas. Jonze menawarkan dan sempat kalut dalam konsep itu, mencintai yang fana. Hingga ia harus kehilangan status sebagai menantu Francis Ford Coppola.
Dan dalam 'Her' ia ingin kita menerka, "Apakah itu sebuah dosa?" Dan "Apakah kita, perlu didera karena melakukannya?"
/
HER (2013), directed by: Spike Jonze. Starring: Joaquin Phoenix, Scarlett Johannson, Amy McAdams. Release date: 13 October, 2013 (New York Film Festival). Duration: 126 minutes. Rating - 84 (IMDB), 91 (Metacritic), 94 (Rotten Tomatoes), 86 (The Moderntramp, xp).
/
Ditulis Mohammad Andi Perdana untuk ‘The Moderntramp’, Februari 2014. “Apakah kalian berani untuk jatuh cinta dengan hal-hal yang tak hidup juga?”

Tuesday 11 February 2014

'IN A PERFECT WORLD' - KODALINE


#001
Saya akan buat daftar singkat kenapa kalian perlu mendengarkan debut album Kodaline, ‘In A Perfect World’. Satu, saya suka sampul albumnya, baru liat itu aja udah hilang penat rasanya, hehe. Dua, ya tentu, lagu-lagunya. Beberapa favorit saya ‘’All I Want’, ‘High Hopes’, ‘Brand New Day’, ‘Talk, ‘Love Like This’ dan ‘One Day’, mengingatkan akan Aqualung era ‘Strange and Beautiful’ (2005). Tiga, ada Ser Davos (Game ofThrones) di video klip ‘High Hopes’. Empat, konsep beauty and the beast di rangkaian video ‘All I Want’ bagus, ceweknya juga cantik, meski saya belum tahu namanya (but i will find you!). Lima, di kanal Youtubenya, album mereka bisa didengar lewat video stop-motion bekerja sama dengan ilustrator Shiloh Smith (mana favoritmu? Favorit saya ‘One Day’). Enam, mereka banyak mencover lagu orang lain, dan menghembuskan nafas yang berbeda, *HAH*,  Kodaline punya dan kentara. Antara lain ‘SameLove’ – Macklemore & Ryan Lewis di BBC; ‘Digital Love’ – Daft Punk dimedley ‘1901’ – Phoenix di Taratata; serta ‘We Are Never Ever Getting Back Together’ di GI:EL. Suka! Kalau kata Titi DJ di Indonesian Idol, “Merinding, merinding, merinding!”
Terus, apalagi ya? Ohya, tujuh, Suara sang vokalis Steve Garrigan terdengar rintih-genik, makin meraung makin bagus, kata orang-orang sih ini versi kasar dari pita suaranya si Tom Chaplin, vokalis Keane. Delapan, fans menyanyikan lagu Kodaline, dan masih tetap terdengar enak. Antara lain di kanalnya Kina Granis ini menyanyikan ‘All I Want’ (duh, saya suka sekali cewek cantik main gitar pake baju kutung); Orla Gartlan dan Gavin James membawakan ‘Love Like This’ (duo ginger favorit saya di Youtube); Paddy Leishman menyanyikan ‘All I Want’ di pemakaman sang paman; dan terakhir, Jemma Johnson menyanyikan ‘High Hopes’, nyanyinya biasa aja, tapi cantik, gimana dong (reminds me of Lauren Mayberry from CHVRCHES, bitter version). Ohya, hampir ketinggalan, sembilan, mereka masuk daftar BBC: Sound of 2013, setara sama ‘Savages’,’ The Weeknd’, dan ‘Little Green Car’. Di atasnya ada 'Haim', 'Laura Mvula', dan ya, lagi, ...‘CHVRCHES’.
Last but not least, sepuluh. Hal lain yang saya suka dari Kodaline adalah liriknya. Memories / they seem to show up so quick but they leave you far too soon / di ‘High Hopes’. You were a moment in life / that comes and goes / A riddle, a rhyme / that no one knows / di ‘Talk’, dua bagian lirik ini pas banget diresapi di satu pagi yang berkabut sambil ninyuh kopi. Terus ada I’ll be flicking stones / at your window / I’ll be waiting outside / 'til you’re ready to go di ‘Brand New Day’, bawaannya jadi kepingin jalan-jalan dan pacaran, uuk, :3. Jadi kalau lagi sedih, cocok banget dengerin Kodaline, resapin liriknya sampai cirambay, sampai satu momen kamu terlalu lama sedih dan tiba-tiba ngeh, “Eh musiknya enak juga ya ternyata.” Dan akhirnya kamu pun bingung mau senang atau sedih.
Nah, itu alasan saya menggemari Kodaline. Semoga kalian pun jadi suka, tapi ya, saya tidak memaksa, x).
/
Ditulis Rasuna Adikara untuk ‘The Moderntramp’, Januari 2014. “Jadi, apa pendapatmu tentang ‘Kodaline’?”

Monday 10 February 2014

PILOT JANUARI

#001
Bulan pertama di 2014, kancah (halah!) pertelevisian semesta sudah banyak meninggalkan jejak baru di laptop yang sudah miring ke kiri ini. Serial-serial baru yang menarik, beberapa di antaranya sudah disimak rutin per minggu, beberapa cuma dicek pilotnya, beberapa yang tak terlalu menarik, dipindai cepat, --barangkali banyak tease-scene menggiurkan (apalagi HBO, nggak bisa dilewatkan, xp), beberapa sisanya: sampah banget. Berikut di antaranya yang sudah saya simak:

TRUE DETECTIVE, 12 Januari 2014 (8 episodes, HBO)
Tentang: Dua detektif Rustin Cohle (Matthew McConaughey) dan Martin Hart (Woody Harrelson) mengejar pembunuh berseri pada 1995 di Lousiana. Dora Lange, ditemukan terbunuh dengan tanduk rusa termahkotai di kepalanya, dalam keadaan telanjang. Kasusnya pelik, karena menyangkut sekte yang dianggap mengancam eksistensi gereja saat itu. Tekanan datang dari berbagai pihak sementara keduanya belum bisa mengidentifikasi siapa di balik semua ini. Ya, semua ini, karena ternyata Dora bukan kasus yang pertama.
Kenapa Harus Nonton: Rustin Cohle. Ini orang wuanjing banget. Salah satu detektif favorit saya karena banyak hal. Antara lain: Ia tak suka tidur, tak suka berbasa-basi, dan tak percaya eksistensi agama. Plus, dia punya intuisi dan menganggap semua kasus yang ditanganinya tak harus dikejar dari data dan fakta.
Alasan lain, ini menjadi noir yang artsy. Mengingatkan pada ‘Hannibal’, plus scoring yang menghantui, macam serial-serial Eropa, ‘Les Revenants’, ‘The Fall’, dan ‘Broadchruch’. Dialog-dialognya tajam meski alurnya lambat banget. Tapi nggak bakal buang-buang waktu karena ini bukan semata kisah pengejaran kasus pembunuhan berseri. Ini juga drama tentang hidup di sebuah era yang depresif, dan tetang orang-orang yang mencari tanya, “Apakah kita perlu sebuah utopia?”
Pemanis Mata: Maggie Hart (Michelle Monagan), istri Detektif Martin Hart. Terutama di episode tiga, menit ke 29:00 (KILLERS’s version). Hehe.
Data Lain - Durasi: 60 menit. Rating: 1,6-2,3 juta penonton yang kangen Matthew dan Woody kembali ke layar kaca. Ponten IMDB: 9,4/10 dari 19.367 users. Ponten Mas Anang untuk The Moderntramp: “Wuasu kamu rek! Rustin Cohle juaranya, aku suka kamu! Aku mau semua polisi di dunia ini kayak kamu dan Tony Leung di ‘Infernal Affairs’. Pancen oye!”
HINTERLAND, 4 Januari 2014 (4 episodes, BBC One)
Tentang: Berjudul asli ‘Y Gwyll’ (seru ya, nggak ada huruf vokalnya), berkisah mengenai kasus pembunuhan Helen Jenkins. Di rumahnya ditemukan seretan darah dari kamar mandi hingga teras. Jasad Helen hilang diduga dibuang pelaku ke antah berantah. Detektif Tom Mathias (Richard Harrington) bersama timnya membuka tabir kasus. Dimulai dari fakta baru bahwa Helen pernah mendirikan panti asuhan di sebuah tempat yang dinamakan Devil’s Bridge. “Some would say, that the devil never left,” ujarnya tentang tempat itu.
Kenapa Harus Nonton: Terutama yang suka gaya nordic-noir, ‘Hinterland’ hukumnya wajib. Punya kelas yang sama dengan ‘Wallander’, ‘The Killings’, dan ‘The Fall’. Dingin, mencekam, karakter-karakter yang berekspresi lewat mimik, bukan hanya gestur. Juga kasus-kasus pembunuhan yang diselipi sodetan kisah tradisi kelam, cult, kelakuan yang menyimpang. Plotnya lambat memang, dan dialog-dialognya pun nggak sebagus ‘True Detective’, mungkin karena Mathias tak punya partner yang bisa dibully pandangan hidupnya macam Martin Hart. Tapi nggak ada salahnya untuk coba menonton. Meski mungkin, terutama untuk episode pertama, kau akan sedikit kesal dengan simpulannya. Banyak hal yang dibiarkan tak terjabarkan.
Pemanis Mata: Sian Owens (Hannah Daniel) sebagai anak buah Mathias yang paling nggak berguna di kultur kerja mereka. Semoga di episode selanjutnya ia diberi peran lebih banyak. Terutama, ...peran bercinta, yang kalau mengutip God Bless, bisa bikin kami mabuk kepayang. Wajar broh, dingin broh!
Data Lain - Durasi: 60 menit. Penonton: 350ribu penonton yang bosan dengan kisah detektif ala Hollywood. Ponten IMDB: 8,4/10 dari 141 users. Ponten Mas Anang untuk The Moderntramp: “Ya aku sih mau kasih kamu (Hinterland) kesempatan! Semoga di episode selanjutnya celah-celah yang muncul dalam penampilan kali ini nggak terulang.”
LOOKING, 19 Januari 2014 (HBO, 8 episodes)
Tentang: Tiga orang gay dan kisah cinta mereka. Seperti ‘Girls’, tapi isinya cowok-cowok. Patrick (Jonathan Groff), seorang video game designer yang baru ditinggal tunangan oleh kekasihnya. Ia punya masalah membina sebuah hubungan serius. “Paling lama cuma lima bulan,” ujar kawannya Dom (Murray Bartlett), seorang pramusaji wine di sebuah resto mewah. Ia sedang rindu kekasihnya yang kini hidup terpisah dan seolah mengabaikannya. Terakhir ada Agustin (Frankie Alvarez), gay paling gahar, keturunan Kuba, dan bekerja sebagai seniman. Kehidupan cintanya tak bermasalah, ia siap pindah satu rumah dengan kekasihnya, Frank. Hanya saja, kehidupan cintahnya terlalu absurd bagi kaum heteroseksual macam saya. Tonton saja sendiri, hati-hati bikin geli.
Kenapa Harus Nonton: Nggak harus juga sih. Namun setelah ‘gay parade’ marak tahun lalu (bahkan aktivisnya terpilih sebagai salah satu dari TIME’s 2013 People of The Year), saya merasa perlu memahami mengapa orang-orang begitu menaruh perhatian pada hubungan macam ini. Ternyata tak ada yang perlu diributkan, wajar-wajar saja. Dan saya jadi mahfum kenapa dulu ada teman kosan yang begitu perhatian. Lain kali saya nggak perlu takut, cuma perlu menjawab, “Enggak, makasih.”
Pemanis Mata: Nggak ada :((.
Data Lain -  Durasi: 30 menit. Estimasi penonton: 700-800 ribu orang yang berharap ini bisa jadi semacam ‘Sex and The City’ untuk lelaki, ...yang suka lelaki. Ponten IMDB: 7,6/10 dari 1.454 users. Ponten Mas Anang untuk The Moderntramp: “Wis, Geli toh aku nontonnya. Lucu sih digambari gay itu macem-macem, orang kulit yang suka main game, orang Kuba yang badannya tatto semua, orang kulit hitam tapi nggak hitam-hitam banget, orang Mexico gitu apa nyebutnya, Hispanik ya? Wis abis tinggal orang Jember aja masuk ‘Looking’ pasti aku tonton terus!”
THE SPOILS OF BABYLON, 9 Januari 2014 (IFC, 6 episodes)
Tentang: Eric Jonrosh (Will Ferrel) membuat sendiri serial yang diangkat dari novel laku kerasnya. Dibintangi bintang tenar Tobey McGuire, Kirsten Wiig, Tim Robbins, Michael Sheen, Joel Haley Osment (brilian!), Jessica Alba hingga Carey Mulligan. Ceritanya sederhana: tentang sengketa perusahaan minyak kayak antar dua orang anak Morehouse yang sempat saling jatuh cinta, Devon dan Cynthia.
Kenapa Harus Nonton: Kalau bukan parodi, ini kisah sampah. Hanya saja, konsepnya serial ini dibikin jadi sampah banget. Sangat nggak penting, tapi saking nggak pentingnya, kamu malah harus nonton. Sebab ini proyek ‘ambisius’ yang amat menghibur. Kalau bukan buat senang-senang, kenapa aneka bintang layar emas sampai harus mau dibayar murah untuk sempilan layar kaca ini. Kurang James Franco aja sih ini.
Pemanis Mata: Jelly Howie dan Jessica Alba yang baru muncul di episode empat. Kirsten Wiig yang model rambutnya lebih banyak dari jumlah episode dalam serial ini. Dan terakhir, Carrey Mulligan melakukan adegan seks eksplisit di sini, hihi.
Data Lain - Durasi: 30 menit. Estimasi penonton: 100-400 ribu orang-orang haus hiburan dan penggemar Jessica Alba. Ponten IMDB: 7/10 905 users. Ponten Mas Anang untuk The Moderntramp: “Wuasu! Ketawa-ketawa aku pas Laddy Anne York muncul. Syahrini tuh kayak gitu, palsu. Cetar memang, tapi buat apa kalau cuma manekin! Hahaha!”
KLONDIKE, 20 Januari 2014 (Discovery Channel, 3 episodes)
Tentang: Diangkat berbasis kisah nyata, tentang dua orang pemuda yang ingin cepat kaya dan menjadi penambang emas di Yukon, Kanada. Keduanya adalah Bill Haskell (Richard Madden, Robb Stark di ‘Game of Thrones’) dan Augustus Prew (Byron Epstein), mencari peruntungan ke ‘utara’ dan bertemu banyak karakter keras yang tak mereka lihat di kampung halaman mereka.
Kenapa Harus Nonton: Mungkin karena ini miniseri pertama Discovery Channel, penasaran seberapa epik. Dan (saya belum nonton pilotnya) tapi setelah dipindai, cukup berskala saga, openingnya mirip ‘Game of Thrones’. Kabarnya pun, karakter-karakternya amat kuat. Nanti kalau ada waktu luang dan antrian serial yang harus diikuti nggak banyak, saya mau nonton ini.
Pemanis Mata: Belinda Mulrooney (Abbie Cornish), membel ya, empuk gitu ngeliatnya di tengah musim dingin bintang utara di ‘Klondike’. Artis Australia ini bisa lho jadi Xena, kalau serial itu mau dibikin ulang. Saya dukung.
Data Lain - Durasi: 60 menit. Estimasi penonton: 0,8-1,1 juta penonton yang penasaran afterlife Robb Stark dan pecinta sejarah. Ponten IMDB: 8/10 dari 1.354 users. Ponten Mas Anang untuk The Moderntramp: “Aku nggak suka serial kolosal-kolosal dari Amerika kayak gini. Aku nonton cuma karena salah baca judulnya, aku pikir tadinya ‘Klonin’, ternyata ‘Klondike’. Btw, bener lho itu Belinda kayak Ashanty, membel! Itu aja sih alasan aku nonton.”
BITTEN & KILLER WOMEN, 7 dan 11 Januari 2014 (13 & 7 episodes)
Tentang: Dua serial terbaru yang mengedepankan sosok perempuan sebagai jagoan utama. Dalam ‘Bitten’ Laura Vandervoort jadi Elena Michaels, cewek blonde seksi yang bisa berubah jadi werewolf. Kisahnya berkembang karena sebelum pindah dan menyembunyikan identitasnya di Toronto, Kanada, ia pernah tinggal bersama sesamanya di kamp Stoneheaven bersama werewolf lain. Di ‘Killer Women’, Tricia Helfer jadi Molly Parker, jadi sheriff wanita satu-satunya di Texas. Jangkung, berotot, rambut pirangnya tergerai panjang, maklum dulu ia pernah jadi ratu kontes kecantikan. Namun ketika ia mengacungkan senjata, bolehlah para penjahat pria takut, sambil berdesir tapinya.
Kenapa Harus Nonton: Nggak harus kok, ini serial di ambang nilai merah dalam ponten IMDB. Saya suka nonton aja semua serial yang tokoh utamanya cewek, memberantas kebatilan. Dari zaman ‘Charmed’, ‘Xena: Warrior Princess’, dan Buffy the Vampire Slayer’. Saya soalnya feminis banget, tapi bohong. Hehe, maksudnya, saya suka aja liat sosok cewek tangguh. Titik.
Pemanis Mata: Ya jelas, dua tokoh utamanya. Terutama Laura Vandervoort kalau mau berubah jadi serigala. Beretika banget, harus buka baju dulu. Hihi, senangnya. Nah, kalau si Tricia Helfer ini mirip Anastasia di ‘Banshee’, perawakannya, gayanya, beda nasib saja.
Data Lain -  Bitten, Ponten IMDB: 6,7/10 dari 1.300 users. Ponten dari Mas Anang: “Aku kirain bakal sampah banget, ternyata selain punya Mbak Laura, ‘Bitten’ juga punya potensi jadi serial yang awet. Meski yang nonton nggak bakal spektakuler, karena susah Mas, saingannya banyak di pasar segmentasinya mereka.”
Killer Women, Ponten IMDB: 5,8/10 dari 737 users. Ponten dari Mas Anang: “Aku lebih suka Bitten kalau harus main banding-bandingan, dari urusan gelut di lapang sampai gelut di kasur!”
HELIX, 10 Januari 2014 (Syfy, 13 episodes)
Tentang: Science fiction! Tentang akademisi yang pergi ke Arktik untuk menginvestigasi penyebaran sebuah virus berbahaya bagi umat manusia di sebuah tempat penelitian di sana. Karena belum nonton dan dipindai pun, saya bayangkan ini akan jadi seperti ‘World War Z’, ya, zombie-zombiean juga. Diperkuat perkataan seorang kawan, ini tuh bisa jadi semacam awal mula kenapa ada zombie di ‘The Walking Dead’. UPDATE: Baru nonton, ...dan bagus banget, adiktif!
Kenapa Harus Nonton: Buat yang belum nonton (artinya ketinggalan enam episode, sampai tulisan ini diposting), kamu harus siap waktu luang yang panjang. Karena rasanya sulit untuk tidak melanjutkan, apa, yang, telah, ‘Helix’, tularkan, padamu.
Pemanis Mata: Kayaknya sih ya Kyra Zagorsky dan Jordan Harris boleh. Dua-duanya jadi ahli berstatus doktor. Ah, perempuan pintar dan cantik selalu bikin saya terintimidasi. UPDATE: Kyra, Kyra, Kyra, saya dukung dia, apalagi karena perannya di sini lebih vital dari Jordan Haris. Entah kenapa nama terakhir ini mengingatkan saya akan Kate Mara di ‘House of Spades’, menyebalkan, :)).
Data Lain - Durasi: 40 menit. Estimasi penonton: 1,3-1,8 juta penggemar science fiction. Ponten IMDB: 7,5/10 dari 3.939 users. Ponten dari Mas Anang untuk The Moderntramp: “Cerita kayak gini selalu bikin aku bingung, tapi orang-orang bilang jadi most anticipated series tahun ini. Tapi mau dipaksa nonton juga aku nggak ngerti. Yang aku ngerti, ya kisah-kisah cinta sederhana aja yang cuma begitu, ...tapi tak begini! *sambil nyanyi dan silang jari*”
FLEMING, 29 Januari 2014 (BBC America, 4 episodes)
Tentang: Entri terakhir ini masuk di detik-detik terakhir. Berkisah tentang biografi Ian Fleming, pengarang saga serial spionase James Bond. Dari kisahnya, kita akan mengetahui seberapa ‘Fleming’ seorang ‘Bond’ yang kita kenal kini, atau mengutip Lady Ann, “Itu hanya imajinasimu (Fleming) saja.” Dan mereka lalu bercinta. Ahh.
Kenapa Harus Nonton: Fleming adalah orang paling bertanggung jawab merevolusi gaya spionase di layar kaca. Apapun, tak hanya Bond, hampir semua mata-mata berakar dari apa yang ia tulis, dan lebih lanjut setelah menonton ini, ternyata bukan dari hanya apa yang dia reka, tapi ia alami.
Dan ohya, Dominic Cooper adalah salah satu aktor muda terbaik yang pernah saya saksikan. Terutama setelah The Devil’s Double, saya selalu ingin melihat ia punya karakter kuat dalam kisah lain. Alih-alih jadi Bond, ia malah diberi kesempatan untuk menjadi penciptanya.
Pemanis Mata: Dua obsesi saya jadi love interest Fleming di film ini. Lara Pulver, sosok Irene Adler dalam ‘Sherlock’ (aduh), dan Annabelle Wallis di ‘Peaky Blinders’. Keduanya menjadi karakter se’berbahaya’ apa yang pernah mereka tampilkan di seri sebelumnya. Oh, akhirnya kita pun tahu, mengapa Bond menjadi seflamboyan itu.
Data Lain – Durasi: 40 menit. Estimasi penonton: belum ada datanya euy. Ponten IMDB: 8,3/10 dari 208 users. Ponten Mas Anang untuk The Moderntramp: “My name is Bond, Mau Nge Bond. Orang ini yang bikin tiap aku mau ngutang (ngebon) di warteg dulu waktu belum sesukses sekarang bisa dilakukan dengan penuh gaya. Wuasu rek! (sambil tertawa renyah padahal lagi makan makanan kuah)”

#002
Delapan aja kali ya yang kena highlight. Sisanya sih masih ada beberapa serial lagi seperti ‘ENLISTED’ (mungkin kayak ‘Brooklyn Nine-Nine’ untuk para tentara; 6,9/10 dari 1.125 users), ‘INTELLIGENCE’ (mungkin kisahnya kayak ‘Homeland’, tapi latar waktunya di ‘Almost Human’; 7,1/10 dari 3.750  users), ‘BROAD CITY’ (sitkom yang diproduseri Amy Poehler), ‘RAKE’ (adopsian serial Australia plus Miranda Otto; 6,6/10 dari 445 users),  ‘BLACK SAILS’ (usaha Michael Bay memindahkan ‘Pirates...’ ke layar perak; 8,4/10  dari 1.838 users ), dan ‘THE ASSETS' (pengen nonton karena ada Jodie Whittaker, cuma kayaknya mirip ‘The Americans’ banget. Sulit pindah ke lain hati dari Mbak Keri Russel, < 3; 6,6/10 dari 361 users), serta hampir lupa, 'THE MUSKETEERS' (masih belum bisa move-on dari film terakhirnya sih; 7,9/10 dari 1.838 users).
Sekian yang bisa saya laporkan dari klimaks serial baru (yang lama-lama pun masih bikin multiple orgasm, ‘Sherlock’ dan ‘Community’, season anyar!) di Januari. Sampai jumpa di bulan berikutnya dengan pilot serial-serial lain, mari menonton! Cheerio!
/
Ditulis oleh Mohammad Andi Perdana dan Anang ‘Los’ Hermanos untuk The Moderntramp, Februari 2014. “Apa serial baru favoritmu rek?”