Wednesday 26 June 2013

NAKED AND AFRAID

via NY Daily Times
Bakal gila nih, reality show terbaru keluaran Discovery Channel, ‘Naked and Afraid’ (premiere, 23 Juni 2013, atau dalam Bahasa Sunda, B2B, ‘Bulucun dan Borangan’). Semacam ‘Survivor’, tapi tiap edisi hanya menampilkan dua manusia yang harus bertahan di alam selama tiga minggu, tanpa makanan, minuman, tempat berteduh, dan ...baju. Mereka akan telanjang di alam, seperti manusia purba konon pernah menjalaninya, dan bertahan demi kelangsungan kita.
Denise Contis, produser eksekutif program ini menyebut ketelanjangan adalah cara bertahan hidup yang otentik. Para peserta disebutnya tak canggung untuk bertelanjang demi suguhan survival yang murni. Lagipula menurutnya apa artinya ketelanjangan, jika yang terpikir pertama kali ketika terjun ke lokasi survival adalah bertahan hidup; mencari makan, minum, dan tempat berteduh. Tanpa busana, manusia tak akan jadi fana.
Bagi saya sih pelajaran moralnya, tak perlu malu untuk telanjang, xp (apalagi buat lelaki yang rajin ke Mak Erot, dan perempuan yang rajin ke Haji Jeje). Tapi malulah ketika kita tak bisa menghidupi diri sendiri. Mati kelaparan karena tak mampu beli makan, mati kehausan karena tak bisa beli minum, mati kedinginan karena tak punya tempat tinggal. Karena pada dasarnya, tak perlu di alam liar, dalam dunia modern pun kita sedang bertahan hidup. Di alam liar sana, sandang menjadi tersier, pangan adalah primer, dan papan menjadi sekunder. Di kota, bisa jadi sandang adalah kebutuhan primer, maka tak aneh, penjualan mie instan melonjak tiap akhir bulan.
OOT sih, tapi 'Naked and Afraid' mengingatkan saya pada industri film porno di Jepang. Ini malah membuat saya jadi lebih menghargai Miku Ohashi, Shou Nishino, Manami Suzuki, dan artis JAV lain, haha. Tak banyak yang berani mengambil keputusan ini, "bertelanjang untuk bertahan hidup". Di rekam kamera, di kasur-kasur empuk dalam kamar yang vivid, mereka mengajak kembali ke alam, ...alam nafsu, xp.
Entah kenapa saya jadi mendefinisikan ‘alam’ sebagai, tempat di mana kita berani ‘menelanjangi’ diri. Dimensinya lain dengan rutinitas modern yang kini saya jalani. Beribadah misal, adalah ‘alam’, karena kita tahu di depan Tuhan, semua manusia telanjang seperti ia pertama kali mengirimkan kita ke bumi. Atau misal yang lain, cinta (ahsik!) adalah ‘alam’. ‘Ketelanjangan’ dan ketelanjangan adalah bukti kau memasuki ‘alam’ itu lebih dalam. Jika masih saling menyelubungi diri, mungkin yang dijalani kemudian hari hanya rutinitas modern semata; melamar, menikah, punya anak, punya cucu, mati deh. Tapi saya pikir, tanpa ‘ketelanjangan’ di sisa hidupnya, manusia akan selalu merasa takut.   
Maka inilah menariknya ‘Naked and Afraid’, mengingatkan saya bahwa bertahan hidup bukan hanya soal strategi, melainkan juga intuisi. Episode pertamanya sudah bisa diunduh di Piratebay. Silakan.

BERDAMAI DENGAN BAYANG-BAYANG

via Kumi Yamashita
Setiap orang, pasti punya masalahnya masing-masing. Bahkan mungkin, bagi orang yang paling riang sekalipun. Saya kadang membayangkan, mereka akan menganggap, “Kenapa sih kok saya nggak sedih-sedih?” sebagai masalah. Lucu setiap kali membayangkannya, karena saya dulu begitu.
Bagi saya kini, masalah datang seperti bayang-bayang yang muncul setiap terang, memanjang setiap petang. Dan kita tahu ketika malam tiba, seolah masalah hilang, tapi esok akan muncul lagi dengan hal-hal lebih baru yang harus dipecahkan. Itu mungkin ya mengapa Tuhan membuat bumi berotasi, ...agar manusia punya masalah setiap hari. (INTERMEZZO. Bro, ‘bro’ apa yang bikin muter-muter terus? ...brotasi. *kurang banget, emang, xp*)
(LANJUT) Dan setiap orang, pasti punya caranya sendiri untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing. Seperti tadi saya bilang, masalah kadang seperti bayang-bayang. Ada orang yang memilih untuk bersembunyi saja di ruangan gelap untuk menghindarinya. Tapi masalah akan terus menungguinya di luar sana. Suatu saat ia juga pasti akan menyerah, lalu keluar rumah, dan terperangah karena bayangan yang itu-itu saja masih setia menungguinya. Sementara itu bagi mereka yang tak bersembunyi, bayang-bayang baru mengikuti mereka setiap hari.
Beberapa lain mungkin menanggapi datangnya masalah dengan marah-marah. “NGAPAIN SIH KAMU NGIKUTIN SAYA TIAP HARI?!?” Jelas bayang-bayang tak akan menjawab. Ia, justru butuh jawaban dari pertanyaan, “Kenapa aku harus selalu mengikutimu?”. Itu takdir bayang-bayang. Ia tak akan pernah lari, ia temanmu paling setia setiap tiba cahaya. Dan malam gelap hanyalah ruang baginya untuk beristirahat. Jelas bagimu juga.
Untuk saya, dengan apa yang telah dipelajari belakangan ini, bayangan tak bisa dilawan. Pernah satu petang saya menginjaknya yang sedang asyik memanjang di tanah yang berbatu. Saking kesalnya waktu itu. Walhasil, kaki saya yang terkilir. Tak berapa lama setelah itu saya mengerti, mengutip orang-orang bijak yang datang lewat mimpi, “Jadikan teman, apa yang tak bisa kau lawan.”
Sejak saat itu saya ‘berdamai dengan bayang-bayang’. Tapi sejak saya menganalogikan masalah dengan bayang-bayang, sulit mengharfiahkannya sebagai, ‘berdamai dengan masalah’. Kurang lebih padanannya yang lebih pas, “saya harus berpikir damai, tenang untuk menyelesaikan masalah.” Karena sesungguhnya, saya menyadari ini kemudian hari, tak ada gunanya marah-marah, tak ada gunanya keluh kesah.
Lalu akhirnya, pada setiap orang hanya bermuara dua cara untuk menyelesaikan masalah. Dengan cara yang menyedihkan, atau cara yang menyenangkan. Saya memilih cara yang kedua. Karena saya tahu seperti bayang-bayang, setiap satu masalah usai tiap harinya, akan berganti masalah baru kala esok mentari terbit. Saya tak mau saja menghabiskan sisa waktu saya secara menyedihkan, toh masalah hanya terselesaikan, tapi tak akan pernah pergi. Juga alasan lainnya sih saya tidak mau lagi terkilir kaki, hanya karena melawan apa yang tak bisa dilawan.
Maka itu saya percaya kutipan yang saya bikin sendiri terinspirasi dari Peter Parker ini, haha, “Semakin tegas cahaya, semakin kuat bayang-bayang kita.” Lalu mengapa harus sembunyi dari kilau, bila kita bisa jauh lebih kuat daripada bayang-bayang. Karena di bawah naung cahaya, selalu jadi hal yang paling menenangkan, x).
- - -
Ditulis oleh Btok di Jakarta Selatan (26/6).