Thursday 28 March 2013

TELEPON DAN MASTHEAD



1.
Hari ini, dua anggota Gank Pentul dapat kebahagiaannya masing-masing. Teman saya, Pragut dapat kebahagiaan yang luar biasa. Sore tadi ia ditelepon, lamarannya untuk menjadi wartawan yang enak dibaca dan perlu, diterima. Kata pacarnya, ini merupakan pekerjaan impiannya sejak lama. Selamat ya. SAH!
Sementara saya juga bahagia. Tapi ya memang tak luar biasa kadarnya. Akhirnya nama saya sudah masuk di masthead koran dan majalah. Lumayan buat pamer nanti ke anak cucu. Hihi, waktu kuliah dulu cuma membayangkan, apa mungkin nama saya suatu saat tercetak di sana. Eh tiba juga di hari itu, hari yang dulu mah rasanya, jauh dari angan-angan, x).

Semoga kelak lebih banyak kabar bahagia yang datang menghampiri. Untuk saya, kamu, dan kalian semua. Amin.
- - -
Ditulis Btok di Radio Dalam, Jakarta Selatan (28/3) sambil berdoa.
- - -

Wednesday 27 March 2013

HORRRMON



1.
"It must be the hormones."

Itu jawaban yang akhirnya saya temukan ketika Dian Sastrowardoyo tak lagi menarik paska 'Ada Apa dengan Cinta'. Ia terlalu banyak tampil di mana-mana. Sampul majalah, iklan, serial televisi, hingga papan-papan iklan raksasa di sudut kota.
Itu juga jawaban untuk pertanyaan mengapa puisi-puisi Joko Pinurbo tak lagi memikat untuk dibaca. Setelah ia rajin berkicau dan membikin buku dari cuitannya.
Saya tereksploitasi oleh kehadiran mereka yang jadi begitu sering. Bosan? Tidak, hanya saja tak bisa lagi menikmati rindu.
Bukan berarti kala itu Dian Sastro jadi tak cantik. Bukan juga puisi-puisi baru Joko Pinurbo tak layak dibaca. Hanya saja saya tak ingin 'bertemu' dulu dengan mereka.
Tak ada jawaban lain. Bukan bosan, bukan berpaling, bukan juga benci. Kata teman, mungkin itu pengaruh hormon. Kurang cantik apa Dian Sastro, kurang menarik apa coba buku-buku Joko Pinurbo.
Kata teman, bisa jadi apa yang pernah dan saya alami adalah pengaruh hormon. Namanya endorfin. Suatu malam ia membeberkan begitu jelas pada saya. Analoginya begini, "Apa hal yang paling membikinmu ketagihan? Masturbasi misalnya."
"Kamu melakukannya tiap hari dan merasa senang. Itu candu yang ada dalam tubuhmu. Tapi ya namanya candu, harus ada takarannya, agar tak berlebihan dan merusak" ujarnya. Maksud Dian dan Joko jelas baik, tapi dosis yang mereka beri, sudah lebih dari cukup. Saya tak mau berlebihan dan merusak. Saya butuh sekadarnya saja.
Endorfin itu candu. Lihat saja etimologinya dari Bahasa Yunani Kuno, endo (berada di dalam) dan morphine. Banyak pakar berkata inilah hormon kebahagiaan. Tapi jangan lupa, ada morphine di sana. Dan saya harus sadar, bahwa kebahagiaan pun bisa mengenal kata ketergantugan.
Karena itu, saya hanya ingin membuktikan bahwa, kebahagiaan saya tak hanya didapat dari melihat Dian Sastro di 'AADC'. Atau membaca antologi puisi 'Celana' Joko Pinurbo. Saya ingin membuktikan bahwa saya bisa bahagia dengan banyak cara lain. Meski tetap percaya bahwa suatu hari saya akan rindu, betapa cantiknya Cinta, dan betapa menggelitiknya puisi 'Celana Ibu'. Karena saya selalu menyimpan itu.
Lagipula, tak ada salahnya kan menyimpan yang terbaik, untuk sebuah akhir yang romantik, :).
- - -
Ditulis Btok di Radio Dalam, Jakarta Selatan (27/3). Tabik.

Tuesday 26 March 2013

SILVER LININGS PLAYBOOK



1.
'Badai Pasti Berlalu', itu mungkin jadi padanan yang pas terhadap istilah 'silver lining'. Sementara itu 'playbook', dikenal dalam istilah American Football semacam buku strategi yang tebal dan rumitnya minta ampun.
Kata itu menjadi istilah umum, yang artinya kurang lebih seperti tutorial panjang lebar. Barney Stinson dalam serial 'How I Met Your Mother' misalnya, punya buku The Playbook: Suit Up, Score Chicks, Be Awesome, kurang lebih berisi tata cara yang baik dan benar untuk menjadi playboy (Halah, playboy kok baik dan benar, :p).
Dalam film terbaru David O. Russell, 'Silver Linings Playbook' kita tidak diajak ke lapangan hijau. Melainkan ke lantai dansa yang mempertemukan Pat Solitano (Bradley Cooper) dan Tiffany Maxwell (Jennifer Lawrence). Ini drama komedi tentang orang-orang gila.
Pat gila sejak lahir. Ia menderita bipolar disorder. Delapan bulan terakhir ia harus mendekam di panti rehabilitasi. Sebelumnya, ia menghajar habis pria yang menyelingkuhi istrinya. Di rumahnya sendiri. Di bathub tempat ia biasa mandi. Penyelewengan yang diiringi lagu 'My Cherie Amour' milik Stevie Wonder. Lagu pernikahan mereka.
Tiffany gila sejak suaminya meninggal. Ia depresi, karirnya hancur, kehidupan sosialnya lebur. Ia kini lebih dikenal sebagai janda muda, cantik, menggairahkan, yang haus seks.

2.
Keduanya bertemu kali pertama di rumah sahabat Pat, Ronnie dan Veronica Maxwell (John Ortiz dan Julia Stiles). Mereka memang berencana menjodohkan dua orang yang sarat masalah itu. Tapi manusia berencana, Tuhan tetap yang menentukan. Siapa sangka, delapan bulan sejak kejadian yang amat menyakitkan hatinya, Pat masih berupaya mendapatkan kembali sang istri, Nikki (Brea Bree).
"If you stay positive, you have a shot at a silver lining," ujar Pat. Dalam film ini, tipis bedanya definisi optimistik dan pathetic.
Namun inilah jalan awal bagi pemirsa untuk menikmati hubungan keduanya. Tiffany sudah putus urat malunya. Ia menganggap Pat yang tak kalah gila adalah jodoh baginya. Dua-duanya dalam kondisi saling ingin memperbaiki diri. Pertanyaannya, berapa lama keduanya bisa bertahan terjebak dalam hujan yang tak kunjung reda?
Maka Tuhan pun merentangkan tali silaturahmi melalui dansa dan American Football. Pat punya ketergantungan yang unik pada Tiffany. Ia satu-satunya wanita yang sudi membantu kirimkan surat pada istrinya. Ia tak bisa mengirim sendiri karena dilarang mendekati sang istri oleh pengadilan. Syarat yang diberi Tiffany susah-susah mudah, Pat harus menemaninya dalam komptenesi dansa.
Pat setuju, namun belum usai meniti langkah, datang lain masalah yang lebih maskulin. Tiba dari orang-orang terdekat Pat, keluarga yang amat fanatik tim Philadelphia Eagles. Terutama bapaknya, terlebih karena ia gemar bertaruh, dan menganggap Pat sebagai lucky charm.

3.
Sejak 'The Fighter' saya merasa Russell punya ciri khas piawai mengelola drama. Dalam 'Silver Linings Playbook', intensitas gairah konfliknya ditata dalam dosis yang teratur. Dari mulai dialog-dialog sensitif antar kedua tokoh utamanya, syarat pamrih dansa, hingga keluarga Pat yang posesif.
Jejak 'The Fighter' dalam film terbarunya ini kentara. Situasi yang kompetitif dicampur dengan bumbu dialog yang cerkas dan jujur. Russell pun punya banyak cara untuk mengelabui penonton yang sok tahu menerka akhir filmnya. Satu lagi, ia begitu paham bahwa Amerika (juga dunia yang mengiblatinya) sedang candu pada masalah keluarga.
Film ini menemukan dua karakter 'gila'. Pat yang bipolar sejak lahir dan Tiffany yang karena gila, jadi liar. Karena dua gila tak bisa menghasilkan satu normal, maka hadirlah kegilaan yang riang, emosional, namun juga dramatis.
Bradley Cooper memerankan Pat secara mengejutkan. Ia keluar dari stereotip perannya yang kadung terkenal lewat calon trilogi 'The Hangover'. Jennifer Lawrence? Ah dia mah selalu memberi yang terbaik sejak Winter's Bone. (dengan catatan, saya belum nonton The Burning Plain, hiks).
Akting mereka berkawin di film ini (kabarnya hubungan ini berlanjut dari satu festival ke festival lain). Jika nanti Oscar jatuh ke genggaman Jennifer, ia berutang satu ciuman panjang pada Bradley yang membantunya menghayati perannya dalam film sarat prestasi itu. “Saya tak bisa membayangkan orang lain memerankan Tiffany,” ujar Bradley menyanjung.
Saya setuju pada penilaian Peter Travers dari Rolling Stone ini terhadap peran yang dimainkan Jennifer, "She's rude, dirty, funny, foulmouthed, sloppy, sexy, vibrant and vulnerable, sometimes all in the same scene, even in the same breath." Itu pencapaian gila, dari aktris yang berperan sebagai orang setengah gila.
Di pilar pendukung, dua tokoh membuat film ini terasa lebih baik. Keduanya adalah Patrizio Solitano, diperankan oleh Robert de Niro, dan Danny, sahabat Pat di rehab, ditokohkan oleh Chris Tucker. Keduanya mencampur-adukkan definisi 'keluarga' dan 'teman' jadi istilah yang sama. Mereka tak bisa ditentangkan, karena kamu membutuhkan keduanya untuk melengkapi hidup.
Love interest, keluarga, teman jadi unsur yang membikin konflik dalam upaya Pat menggapai kembali cinta istrinya. Pertanyaannya, apakah Pat bisa melalui konflik-konflik itu, atau justru hidup bersama konflik-konflik tersebut?



4.
Dan akhirnya, dari film ini saya belajar pada kata-kata seperti yang sudah dikutipkan di atas. Selalu ada 'silver lining' dalam setiap masalah, dan kita hanya perlu terus mencoba berpikir positif. Tapi sayangnya, Tuhan tak selalu menjanjikan Jennifer Lawrence turun dari balik awan untuk memecahkan masalah bersama. Hehe.
- - -
Silver Lining Playbook (2012). Directed by David O. Russell. Starring: Bradley Cooper, Jennifer Lawrence, Robert de Niro, and Chris Tucker. The Weinstein Company, Mirage Enterprises. (122 minutes) Rating: 4/5, Lejatt!

Monday 25 March 2013

BERTUALANG



1.
Salah satu momen paling menyenangkan dalam film pertama 'The Hobbit' ketika Bilbo Baggins berlari tergesa meninggalkan Shire. Ia menyusul rombongan dwarves plus Gandalf bertualang, dengan misi yang sama sekali tak menguntungkan dirinya. Memulangkan para manusia kerdil itu ke tanah airnya, Erebor.
Seorang tetangganya bertanya, mengapa ia berlari begitu terburu. "I'm going on an adventure!" ujarnya riang, meski tahu risiko perjalanan itu amat berbahaya.
Film itu (juga pendahulunya, trilogi 'The Lord of The Rings') selalu bikin saya rindu bertualang. Tentu bukan petualangan seberat Frodo Baggins, yang diembani misi meleburkan the precious ring ke Gunung Mordor, atau seperti petualangan sepuhnya, Bilbo. Petualangan ringan saja, semata jalan-jalan. Meninggalkan rumah, shire, zona nyaman saya untuk sejenak.
Paling tidak, ada tiga petualangan ringan yang sempat saya ingat. Pertama, pergi ke Bali bersama seorang kawan naik sepeda motor bersayap sebelah. Kedua, melanjutkan perjalanan tersebut hingga ke Pulau Sumbawa, dua tahun kemudian. Ketiga, naik gunung kali pertama di Argopuro, Jawa Timur. Mengingatnya saja menyenangkan, apalagi jika punya waktu untuk melakukannya kembali.

Tak lupa gaya begitu menjejak di Tanah Dewata, 2008. Foto oleh: Anak Buah

Mengejar Matahari di Pucuk Sembalun, 2010. Foto oleh: Tripod.

Bersama anak asuh di Gunung Argopuro, 2011. Foto oleh: Kalau nggak Montir, Tukang Nasi Padang

Tapi petualangan tak selalu tentang apa yang bisa kita pilah untuk dilakukan. Karena hidup saja sudah merupakan sebuah petualangan. Setiap fase yang dilalui adalah bagian dari petualangan itu. Dan itu adalah petualangan yang tak bisa kita pilah untuk dijalani. Petualangan yang 'mgm', mau nggak mau harus dikelanai, xp.
Petualangan itu mencakup banyak hal. Bagi saya, ketika menangis saat lahir saja sudah bagian dari petualangan (makanya, kalau punya anak, tangisan pertamanya harus diabadikan, hehe). Kenakalan masa kecil dan remaja, dan kelak nanti di paruh baya, juga sebuah petualangan.
Kali pertama jatuh cinta, kali pertama punya pacar, itu adalah petualangan merah jambu yang memesona. Masa-masa kuliah yang bikin betah, sampai mau lulus saja harus menunggu sampai enam tahun, itu fase petualangan hidup yang amat berat. Lulus sedih, tapi tak lulus pastinya jauh lebih sedih.
Dan terakhir (saya alami), meninggalkan rumah untuk bekerja di luar kota. Meski untung tak terlalu jauh dari rumah, tapi tetap rasanya be-uuu-rat. Tapi itulah petualangan hidup, yang mau nggak mau harus dijalani, karena waktu selalu memaksa kita menjadi lebih tua, menyeret kita dalam petualangan demi petualangan yang tak bisa kita hindari. Beruntunglah bila punya banyak teman sebaya, jadi kamu tak perlu menjalaninya sendiri.
Terakhir, tahukah apa yang paling menyenangkan dari sebuah petualangan? Ya, ...pulang. Mungkin sekadar untuk merebahkan badan, bersyukur masih bisa kembali ke sana, plus menceritakan segala yang terjadi selama di perjalanan pada orang-orang yang kita rindukan.
Pulang tak hanya harus ke rumah. Ke keluarga, teman, dan kekasih juga bisa kita berpulang, meski mereka tak sedang berada di rumah. Dan saya merasa hidup saya lebih lengkap bila kelak jadi tujuan pulang bagi orang lain. Di satu sisi saya siap bertualang, di sisi lain saya harus jadi 'rumah' yan kokoh. Karena cuma tempat aman dan nyaman, yang kelak dirindukan mereka untuk pulang, :).
- - -
Ditulis Btok di Bulungan, Jakarta Selatan (25/3) sambil berteriak a la Bilbo Baggins, "I'm going on an adventure!".
- - -

JATUH BIASA



1.
Terlalu jatuh cinta pada satu hal yang mati, akan membuatmu fanatik. Terlalu jatuh cinta pada satu hal yang hidup, akan membuatmu frik.
Maka, sering-seringlah jatuh cinta. Agar jatuh cinta itu bisa seperti apa yang pernah Efek Rumah Kaca utarakan, biasa saja. Agar kamu tak jadi fanatik dan frik.
Karena ya namanya juga jatuh. Dalam cinta kita tak selalu bisa mengharap bahagia, pasti juga ada sakitnya. Terlalu jatuh cinta, akan membuat sakitnya terasa luar biasa.
Jadi belajarlah untuk banyak-banyak suka, pada benda mati misal: lagu, klub bola, film, buku, dan lain-lain. Pada benda hidup misal: pekerjaan, lingkungan pertemanan, keluarga, gebetan, dan jika kamu beruntung, kekasih.
Kamu tak akan dan tak perlu jadi fanatik. Contoh misalnya, kamu jatuh cinta pada Manchester United, tapi di sisi lain, kamu menggemari Oasis. Hihi, seperti memelihara Romeo dan Juliet dalam dirimu sendiri. Fanatisme hanya memperparah konflik batin.
Kamu tak akan dan tak perlu jadi frik. Contoh misalnya, teman-teman selalu sulit diajak bertemu, selalu ada kekasih yang menunggu, atau kebahagiaan lain bisa dicari dari target kerja yang masih perlu diburu. Dengan sering-sering jatuh cinta, kamu tak hilang bahagia karena satu kecewa.
Seorang teman pernah bilang dan mendoakan, "Carilah banyak kebahagiaan." Itu jadi momen yang membuat saya berpikir bahwa mencari kebahagiaan lain, hanya menunda kebahagiaan yang kita dapat sebelumnya. Itu jadi semacam mantra, bagi saya yang sempat merasa, hilang satu bahagia, tak tahu lagi harus melakukan apa. Dan orang, bisa menjadi begitu menyebalkan ketika tak tahu apa lagi yang harus dilakukan.
Lagipula apa salahnya, banyak-banyak bahagia. Hanya saja tetap ada aturannya misal, kamu tak bisa menggemari United dan Liverpool dalam satu waktu, seperti kamu, tak bisa mencintai dua kekasih dalam watu waktu.
Itulah untungnya berteman, kamu bisa mencintai mereka sebanyak mungkin. Mereka itu seperti film, buku, dan lagu, yang tak pernah menuntut kamu untuk selalu suka. Mereka hanya menginspirasi, kita balas mengekspresi.
Pada akhirnya, kebahagiaan adalah sumber daya yang tak pernah ada habisnya. Dan jika kamu memang hanya bisa jatuh cinta pada satu hal, ...jatuh cintalah pada kebahagiaan.
- - -
Ditulis oleh Btok di Bulungan, Jakarta Selatan (25/3) sambil berpikir apakah kebahagiaan itu benda mati, atau benda hidup, xp.