Tuesday 4 March 2014

OSCARS

1
Tak banyak kejutan atau tangis bahagia tahun ini. Leonardo di Caprio haruskembali menyimpan kotretan ucapan kemenangan untuk tahun-tahun berikutnya. Jennifer Lawrence tak perlu lagi jatuh di tangga (dan kalaupun ia menang, Ellen DeGenerees akan mengantarkan ke tempat duduknya) seperti tahun lalu.
Tahun ini milik Cate Blancheet dan Rustin Cohle, maksud saya Matthew McCounaghey (atau John Travolta akan menyebutnya, Maddow Mohogany). Keduanya tampil tergelang-gelang dalam film yang dibintanginya. Untuk itu pula mungkin mereka sepakat tampil bercahaya, Blanchett dengan gaun rona kulit rancangan Armani dan McCounaghey dengan tuxedo putihnya (untungnya masih memakai celana panjang, tidak memakai 'shux' ala Pharrel).
Namun di podium, justru penyabet gelar Aktris Pendukung terbaik 'tampil' lebih subtil dan emosionil. Jared Leto dan Lupita 'Eike Bo' Nyong'o membuat kita percaya bahwa mimpi adalah hak setiap orang: bagi orang-orang yang sedang 'berperang' di Venezuela dan Ukraina, mereka yang terinfeksi AIDS, hingga perempuan-perempuan di kota kecil di Kenya (atau dalam bahasa keturunan Bojongkenyot disebut, Ngke Nya alias nanti dulu). Yak, "No matter where you're come from, your dreams are valid." (Kecuali lagi-lagi, untuk orang Bojongkenyot, valid, bukan palid alias hanyut). 
Keempatnya menang, dan tak mengejutkan. Termasuk ganjaran Sutradara Terbaik untuk Alfonso Cuaron (yang begitu canggih dalam 'Gravity') dan Film Terbaik untuk '12 Years A Slave' (gimana kalau seabad, 12 tahun aja bisa menang Oscar, :o).
Tak mengejutkan bukan berarti tak membikin sejarah. '12 Years A Slave' menjadi film pertama yang menang Oscar, disutradarai sineas kulit legam. Memang pantas menang, Ellen sudah memprediksinya lewat banyolan di awal acara. "Prediksi pertama, '12 Years a Slave menang. Prediksi kedua, ...kalian rasis!"
Kategori lain, Dokumenter Terbaik membuat sebagian banyak orang Indonesia patah hati. Film besutan Joshua Oppenheimer, 'The Acts of Killing' gagal menang. Meski sang sutradara tak patah arang. "Kami sudah menang, kami membuat perubahan di Indonesia," ujarnya tentang film kontroversial itu.
Yang 'patah hati' lain di Oscars mungkin Kerry Washington (gagal dapat pizza yang dia idamkan) dan Lizza Minnelli (gagal masuk di selfie terpopuler tahun ini), atau mungkin juga orang-orang seperti saya yang bertanya, "Kenapa harus Pink yang membawakan 'Somehere Over the Rainbow'? kala mengenang 'The Wizard of Oz' " Dan yang paling patah hati, kembali lagi ke bahasan di atas, adalah Leonardo di Caprio yang lagi-lagi harus gigit jari. Eh, ada deng yang lebih parah, segenap produser 'American Hustle' dan 'The Wolf of Wall Street' yang pasti padamencak-mencak, "Anjis, teu bebeunangan broh!" sambil pulang dengan tangan hamva.
Tapi gelaran ke-86 Oscars tak memberi banyak ruang untuk orang-orang bersedih. Ellen bilang, "Ini bukan kompetisi, ini perayaan." Dan semua harus setuju dan berhenti mengejek lagu 'Happy'- Pharrel (tak ada hubungan dengan Kiki FarrelMamamia). Lagu ceria itu memang tak menggondol piala, tapi membuat semua orang berselebrasi, dari Lupita hingga Merryl Streep.
Pra dan paska gelaran Oscar aura hepi sudah terpancar meski cuaca sudah seminggu mendung di sana. Kevin Spacey masih berusaha cool saat Buzzfeed iseng memberinya pertanyaan-pertanyaan remeh yang biasa diajukan pada selebrita wanita. Seleb-seleb wece dengan gaun sipu memudarnya di karpet merah (Naomi Waaaatttttts! Kalau aku sih, yes!). Bennedict Cumberbatch meloncat tinggi demi bisa photobombing di belakang personil U2. John Tromolto dengan kegugupannya yang bikin perut sakit saat memperkenalkan, uhm, Adele Dazeem, :)). Mama Jared Leto yang inspiratif dan masih cling aja, berdebar aku melihatmu, Ma. Hingga terakhir, Amy Poehler diguling-guling di pesta Vanity Fair, sinjing!
Seru sih melihat sebuah acara bergengsi, dikemas dengan sangat rendah hati. Para bintang menumpulkan rasa kompetitifnya dan berupaya sekuat tenaga mengapresiasi kemenangan orang lain. Pesta seusainya menjadi ajang silaturahim para selebrita, termasuk untuk Jennifer Lawrence yang bercanda ingin merebut pialadari tangan Lupita. Bagi yang kalah, mereka mungkin tak lupa, tapi kadang untuk apa, berdebat di kala dan usai pesta. Toh piala, hanya simbol belaka.

PS: Tiga kalimat terakhir ditulis sambil menonton monolog Najwa di akhir, Mata Najwa. Maaf, jadi kebawa-bawa. Berima. Aaa, aa, a.
/
Ditulis oleh Mohammad Andi Perdana untuk rubrik #Seninema di The Moderntramp. "Apa momen favoritmu di Oscars tahun ini?"
.

No comments:

Post a Comment