via Kumi Yamashita |
Setiap orang, pasti punya masalahnya
masing-masing. Bahkan mungkin, bagi orang yang paling riang sekalipun. Saya kadang
membayangkan, mereka akan menganggap, “Kenapa sih kok saya nggak sedih-sedih?”
sebagai masalah. Lucu setiap kali membayangkannya, karena saya dulu begitu.
Bagi saya kini, masalah datang seperti
bayang-bayang yang muncul setiap terang, memanjang setiap petang. Dan kita tahu
ketika malam tiba, seolah masalah hilang, tapi esok akan muncul lagi dengan
hal-hal lebih baru yang harus dipecahkan. Itu mungkin ya mengapa Tuhan
membuat bumi berotasi, ...agar manusia punya masalah setiap hari. (INTERMEZZO. Bro, ‘bro’
apa yang bikin muter-muter terus? ...brotasi. *kurang banget, emang, xp*)
(LANJUT) Dan setiap orang, pasti punya
caranya sendiri untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing. Seperti tadi saya
bilang, masalah kadang seperti bayang-bayang. Ada orang yang memilih untuk
bersembunyi saja di ruangan gelap untuk menghindarinya. Tapi masalah akan terus
menungguinya di luar sana. Suatu saat ia juga pasti akan menyerah, lalu keluar rumah,
dan terperangah karena bayangan yang itu-itu saja masih setia menungguinya.
Sementara itu bagi mereka yang tak bersembunyi, bayang-bayang baru mengikuti
mereka setiap hari.
Beberapa lain mungkin menanggapi
datangnya masalah dengan marah-marah. “NGAPAIN SIH KAMU NGIKUTIN SAYA TIAP HARI?!?”
Jelas bayang-bayang tak akan menjawab. Ia, justru butuh jawaban dari pertanyaan,
“Kenapa aku harus selalu mengikutimu?”. Itu takdir bayang-bayang. Ia tak akan
pernah lari, ia temanmu paling setia setiap tiba cahaya. Dan malam gelap hanyalah
ruang baginya untuk beristirahat. Jelas bagimu juga.
Untuk saya, dengan apa yang telah
dipelajari belakangan ini, bayangan tak bisa dilawan. Pernah satu petang saya
menginjaknya yang sedang asyik memanjang di tanah yang berbatu. Saking kesalnya
waktu itu. Walhasil, kaki saya yang terkilir. Tak berapa lama setelah itu saya
mengerti, mengutip orang-orang bijak yang datang lewat mimpi, “Jadikan teman,
apa yang tak bisa kau lawan.”
Sejak saat itu saya ‘berdamai dengan
bayang-bayang’. Tapi sejak saya menganalogikan masalah dengan bayang-bayang,
sulit mengharfiahkannya sebagai, ‘berdamai dengan masalah’. Kurang lebih padanannya
yang lebih pas, “saya harus berpikir damai, tenang untuk menyelesaikan masalah.”
Karena sesungguhnya, saya menyadari ini kemudian hari, tak ada gunanya marah-marah,
tak ada gunanya keluh kesah.
Lalu akhirnya, pada setiap orang hanya
bermuara dua cara untuk menyelesaikan masalah. Dengan cara yang menyedihkan, atau
cara yang menyenangkan. Saya memilih cara yang kedua. Karena saya tahu seperti
bayang-bayang, setiap satu masalah usai tiap harinya, akan berganti masalah
baru kala esok mentari terbit. Saya tak mau saja menghabiskan sisa waktu saya
secara menyedihkan, toh masalah hanya terselesaikan, tapi tak akan pernah pergi.
Juga alasan lainnya sih saya tidak mau lagi terkilir kaki, hanya karena melawan
apa yang tak bisa dilawan.
Maka itu saya percaya kutipan yang saya
bikin sendiri terinspirasi dari Peter Parker ini, haha, “Semakin tegas cahaya,
semakin kuat bayang-bayang kita.” Lalu mengapa harus sembunyi dari kilau, bila kita bisa jauh lebih kuat daripada bayang-bayang. Karena di bawah naung cahaya,
selalu jadi hal yang paling menenangkan, x).
- - -
Ditulis oleh Btok di Jakarta Selatan (26/6).
No comments:
Post a Comment