Saturday 5 April 2014

HOW I MET YOUR MOTHER - SERIES FINALE (2014)

1
Tadinya mau bikin rekap dua drama komedi terbaru favorit saya di 2014, ‘Brooklyn Nine-Nine’ dan ‘Broad City’. Keduanya tampil spektakuler di musim perdana, dan berakhir dengan episode final yang ah, entah apa istilahnya, membuat hati nyaman meski harus menyimpan rindu (tsaeilah) hingga nanti musim kedua.
Tapi tiba-tiba, serial gacoan sejak sembilan tahun lalu, yang pada musim terakhirnya ini begitu sangat amat banget-banget membosankan, muncul dengan series finale yang sangat mengejutkan. ‘How I Met Your Mother’ akhirnya beres, tapi pembicaraan tentangnya tak berakhir hari itu. (<<<SPOILER ALERT MULAI DARI SINI>>>)
Bagaimana bisa mulut kita tetap tertutup dan pikiran kita tak berkecamuk, bila akhirnya ‘The Mother’ dibuat modar, tiwas, wafat walafiat, meninggal dunia. Rasanya, kreator Carter Bays dan Craig Thomas sempat bertemu George R.R Martin untuk memutuskan bagaimana serial ini harus diakhiri. Menurut teori sejumlah fans serial ini di Reddit, ‘The Mother’ tiwas karena kanker serviks. Yak, payung kuning itu—ah sial seharusnya saya menyadari dari dulu—adalah lambang penyakit kanker di leher rahim itu.
Sembilan tahun kita digoda untuk mengikuti perjalanan Ted menemukan wanita yang menjadi ibu dari kedua anak-anaknya. Kita dibuat percaya seolah tujuan dari perjalanan sembilan musim ini adalah tentang menemukan sang mama. Siapa nyana, pada akhirnya Ted kembali ke bawah balkon Robin Scherbatsky untuk mengantar terompet biru yang dulu sempat dipersembahkannya dalam kencan pertama. Sembilan tahun pula kita tertipu bahwa serial ini akan berakhir bahagia, Ted akhirnya bertemu dan membina keluarga berencana (ya, dua anak cukup) bersama sang karakter titular, ‘The Mother’, namun mengutip Meggy Z, “Sungguh teganya, teganya, teganya, teganya, teganya,” kreator mengguratkan nasib buruk karakter yang diperankan oleh Cristin Milioti itu (konon dari awal, Josh Radnor sudah tahu akhirnya memang demikian). Nasib buruk untuk mereka yang merasa kecele hampir satu dekade.
Meski berakhir tak bahagia untuk tim Ted-‘The Mother’, saya tak mau buru-buru menyimpulkan series finale ‘HIMYM’ sebagai simpulan yang mengecewakan. Akhir yang mengejutkan ini justru membuat rom-com ini naik kelas. Salah satu indikatornya, hampir sepekan usai penayangan finale, orang-orang masih membicarakan (dan berdebat) tentang hal ini. Beberapa yang kreatif bahkan mengedit video bagaimana seharusnya serial ini berakhir. (UPDATE: dalam rilis DVD-nya kelak, kreator sudah menyiapkan official alternate ending untuk ‘HIMYM’).
Indikator lain, ‘HIMYM’ berhasil keluar dari pakem ‘akhir yang adil’, ‘bahagia selamanya’, ‘terlalu gula-gula’ yang biasa kita temui di akhir serial atau film drama ala Hollywood. Kreator dan penulis naskahnya berani untuk dihujat, ditempatkan antara perdebatan sengit, namun juga dipuji akan keberaniannya ‘membunuh’ The Mother. Tapi akhir kisah ini malah jadi taktik jitu menurut saya yang bisa membuat pemirsanya kembali menonton ‘HIMYM’ dari awal. Sekadar untuk menguji seberapa pantas takdir Ted bagi Robin, vice versa.
2
Jadi tak masalah bagi saya, bukan akhir dari kisah ‘HIMYM’ yang mengecewakan, melainkan dua puluh episode pertamanya di musim kesembilan yang terlalu bertele-tele. Itu yang membuat saya merasa cukup untuk menikmati empat dari 23 episode musim ini: pilot, dan tiga episode akhir. Kata seorang teman, “Tak apa, nggak ketinggalan apa-apa juga kok.”
Namun yang saya pun bingung hingga kini, entah ini mengecewakan atau tidak, adalah keputusan para penulis untuk membikin karakter ‘The Mother’ aka Tracy McConnell (jadi ingat ketika Ted bertemu seorang stripper bernama Tracy, anak-anaknya berteriak kaget! haha!) begitu mudah untuk dicintai dan terlalu sempurna untuk Ted (bahkan bila kita hanya melihat dari inisialnya saja. Adegan payung kuning di Farhampton lebih dari cukup untuk menjabarkan kecocokan mereka).
Mengecewakan karena, karakter ‘The Mother’ dibuat begitu mudah mendapat tempat di hati pemirsa ‘HIMYM’ (bahkan Josh Radnor di musim kesembilan bertanya kembali pada kreator, “Apa benar akhirnya harus seperti ini?”), bahkan mungkin bagi yang bertindak sebagai germo cinta paling sok betul untuk Ted, akan jatuh cinta. Sang arsitek ini selama sembilan tahun rajin gonta-ganti pasangan, namun tak ada satupun yang cocok dijadikan pendamping hidup. Dan ketika di akhir musim ke delapan, sosok Cristin Milioti muncul sebagai ‘The Mother’, fans langsung reaktif. Ada yang tak puas, membandingkan dengan pasangan-pasangan Ted terdahulu, bersumpah tak akan melanjutkan nonton finale seasonnya, dan bla-bla-bla. Tapi tak sedikit juga yang langsung jatuh hati (termasuk saya), apalagi ketika ia menampilkan gigi gingsulnya yang memikat ketika memesan tiket ke Farhampton, sambil menenteng bass.
Belakangan (seperti yang sudah saya prediksi), penolakan fans terhadap sosok ‘The Mother’ mencair, beberapa bahkan menilai sosok ini jauh lebih tepat untuk Ted, dibanding Robin yang makin sini makin oportumis dan ambisius. Seperti Ted, saya hanya butuh satu hujan di sebuah stasiun kereta untuk mencintai karakternya. Dan ketika adegan itu muncul di episode akhir, beberapa menit kemudian, *BAM*, kita harus menerima kenyataan bahwa akhir dari musim panjang ‘HIMYM’ terjawab. Jangan menilai sebuah serial dari judulnya, ini pelajaran yang amat penting paska-‘HIMYM’.
Ted sudah bertemu ‘The Mother’, lalu penasaran apa lagi yang kita simpan dalam hati? Semua pertanyaan tentang ‘bagaimana’ dalam judul serial ini sudah terjawab. Namun durasi masih tersisa kira-kira sepuluh menit. Dari sana, kita tahu jika pada menit-menit krusial ‘HIMYM’, judul dengan sendirinya berubah menjadi ‘How I Moved On From Your Mother’.
Dan kembali ke kebingungan saya di atas, pengenalan sosok ‘The Mother’ yang terlalu mudah dicintai ini sebagai bentuk kekecewaan atau tidak? Ya, di satu sisi kecewa mungkin karena tak rela saja, ia harus muncul satu per sembilan bagian umur serial ini, dan ia muncul justru saat umur serial ini sudah tak lagi prima. Ia harusnya punya porsi lebih di antara geng MacLaren’s Pub. Ia lebih dari sekedar unsur dramatis dalam rom-com ini. Ia punya banyak punch line lucu yang harusnya bisa dieksplorasi dalam beberapa episode khusus. Oh ya, dan saya ingin tahu juga hubungannya dengan Rachel Bilson yang pernah jadi teman sekamarnya.
Di sisi lain, dengan ending seperti yang telah ditasbihkan, harusnya saya tak kecewa, karena bila karakter ini dibuat tak sempurna, kita semua tak akan banyak omong bila karakter ‘The Mother’ tiwas. Ted pun bisa melenggang leluasa kembali pada Robin tanpa perlu ada protes di sana-sini. Tapi akibatnya, serial ini akan berakhir seperti 20 episode sebelumnya yang menyebalkan, karena memang tak menarik, dan tak ada yang bisa diperdebatkan lagi. Justru kita bakal ngomel bila karakter ‘The Mother’ tak sempurna, tapi diberi akhir bahagia untuk keduanya.
3
Satu hal yang menarik dari ‘HIMYM’ adalah penyimbolan karakter dalam berbagai bentuk benda dengan warna yang mencolok. Dua kupu-kupu di perut Ted, disimbolkan sebagai ‘payung kuning’ (The Mother) dan terompet biru (Robin Schrebatszky). Dan kalau ingat pun, Ted pun mengidentifikasikan dirinya dengan sepasang boots merah kesayangannya. Haha, intermezzo saja.
Tapi dua simbol di atas sebenarnya sudah memberi petunjuk tentang apa yang tergambar dalam hubungan ketiganya. “With Robin, Ted had to make it rain, while with the mother it was always raining,” begitulah bunyi satu dari sekian banyak komentar di Reddit yang saya setujui. Dan Ted, seperti kita tahu adalah orang yang gemar membuat orang lain bahagia, dengan segala cara. Dengan Tracy, Ted tahu ia tak perlu banyak berupaya, hidupnya sudah bahagia dan seperti seorang petani padi, apa lagi yang perlu ia kejar bila hujan seolah turun setiap saat.
Namun hal seperti itu justru yang membuat Ted bisa ‘melupakan’ kepergian Tracy. Bahwa setidaknya ia tak perlu penasaran lagi, ia sudah melakukan yang terbaik hingga akhir hayat Tracy. Namun selepas enam tahun, ia rindu menghadirkan hujan kembali bagi seseorang yang pernah ada di hatinya. Dan Robin, kini hidup sendiri usai perceraiannya dengan Barney (perkawinan singkat, pertengkaran yang mengecewakan, karena rasanya tak perlu Barney selalu mengikuti kemana pun Robin bekerja)—mungkin selalu menunggu, Ted.
Dan perlu diingat, payung kuning yang pernah berpindah tangan dari Tracy ke Ted, akhirnya tertinggal begitu saja di apartemen karakter Rachel Bilson, lupa nama karakternya. Tapi terompet biru itu, sekian puluh tahun lamanya selalu Ted simpan. Benda ikonik yang menandai sembilan tahun perjalanan serial ini, atau mungkin bisa disebut, perjalanan Ted bersama Robin.
Dan pada akhirnya, ini memang tentang mereka berdua. Mungkin seharusnya begitu, karena memang selama ini, ‘How I Met Your Mother’ selalu memusat tentang Ted, baik itu tentang hubungannya dengan belasan cabe-cabeannya pra-‘The Mother’, dengan dua karibnya Barney dan Marshall, dengan Lily, dengan Tracy, dengan kedua anaknya, dan terutama, dengan Robin sebagai katarsis dari setiap perjalanan hidup Ted.
Jadi selama ini menjadi akhir bahagia untuk Ted, tak ada yang harus merasa terlalu kecewa dengan series finale yang ditayangkan selama hampir 60 menit, pekan lalu itu. Ya, karena memang semua selama ini hanya tentang, “Bagaimana Ted Menemukan Kebahagiannya?”
2014

1 comment:

  1. Ha! We posted a review of the same show almost at the same time!
    Sebagai pendukung Barney, gw menolak untuk tidak kecewa. cih.

    But to be fair, 'HIMYM' had its moment on its golden days. It's only shameful that the show had to make an ugly turn and revealed its true, yet disappointing premise on its last episode.

    Btw, nice review. Dan terpaksa setuju kalo harusnya bisa ga kecewa selama Ted akhirnya bahagia. Urgh.

    ReplyDelete