#001
Dan kita, akan selalu percaya pada dongeng-dongeng. Hmm ya seperti yang sering
kuceritakan padamu sebelum tidur. Cerita-cerita yang hampir selalu tak usai.
Karena lelap lebih cepat membalap.
Dan aku, beranjak. Kau kaget membelalak, butuh tiga detik untuk
berkata, "Tadi sampai mana ceritanya?" Padahal matamu masih setengah
terbuka. Kubilang sudah beres saja, biar cepat perkara.
"Hooooo," kau lelap seperti yang sudah kuduga,
semenit kemudian, sudah biasanya. Aku harus menunggu, hingga posisi tidurmu
melingkar dan kecil mendengkur. Tanda lelapmu, lengkap dengan wajah yang
menggelikan itu.
Kadang aku khawatir kalau sudah lelap, urat-urat di lehermu berdebar
cepat. Katamu suatu waktu, "Tak apa memang begitu." Aku berpikir
lagi, bagaimana kau bisa tahu apa yang terjadi padamu saat tertidur. "Hahaha!"
Dan aku baru benar-benar, bisa beranjak setelah itu. Menggaruk-garuk
rambut, menggeleng sambil tersenyum karena banyak hal. Kuselimuti kau dari kaki
hingga kepala. Agar malaikat tetap khusyuk berdoa untukmu, tak hilang
konsentrasi karena melihat, --sekali lagi-- wajahmu yang menggelikan saat
tertidur.
Ah, pasti aku pun jauh menggelikan. Mungkin, menjijikan, ah jangan, jangan sampai. Maka sejak saat itu kuputuskan, aku tak ingin tidur lebih cepat darimu.
Juga karena alasan lain. Adalah kesenangan melihatmu berbaring di tempat
yang kau bilang paling aman. Adalah ketenangan, melihat kedamaian tubuh yang terlelap, setia menunggu jiwa yang melanjutkan kisah fantasi di alam mimpi.
Selamat tidur, sampai bertemu esok hari, dan giliranmu bercerita untukku, dongeng seusai lelap, X) X) X).
No comments:
Post a Comment