Monday, 10 February 2014

PILOT JANUARI

#001
Bulan pertama di 2014, kancah (halah!) pertelevisian semesta sudah banyak meninggalkan jejak baru di laptop yang sudah miring ke kiri ini. Serial-serial baru yang menarik, beberapa di antaranya sudah disimak rutin per minggu, beberapa cuma dicek pilotnya, beberapa yang tak terlalu menarik, dipindai cepat, --barangkali banyak tease-scene menggiurkan (apalagi HBO, nggak bisa dilewatkan, xp), beberapa sisanya: sampah banget. Berikut di antaranya yang sudah saya simak:

TRUE DETECTIVE, 12 Januari 2014 (8 episodes, HBO)
Tentang: Dua detektif Rustin Cohle (Matthew McConaughey) dan Martin Hart (Woody Harrelson) mengejar pembunuh berseri pada 1995 di Lousiana. Dora Lange, ditemukan terbunuh dengan tanduk rusa termahkotai di kepalanya, dalam keadaan telanjang. Kasusnya pelik, karena menyangkut sekte yang dianggap mengancam eksistensi gereja saat itu. Tekanan datang dari berbagai pihak sementara keduanya belum bisa mengidentifikasi siapa di balik semua ini. Ya, semua ini, karena ternyata Dora bukan kasus yang pertama.
Kenapa Harus Nonton: Rustin Cohle. Ini orang wuanjing banget. Salah satu detektif favorit saya karena banyak hal. Antara lain: Ia tak suka tidur, tak suka berbasa-basi, dan tak percaya eksistensi agama. Plus, dia punya intuisi dan menganggap semua kasus yang ditanganinya tak harus dikejar dari data dan fakta.
Alasan lain, ini menjadi noir yang artsy. Mengingatkan pada ‘Hannibal’, plus scoring yang menghantui, macam serial-serial Eropa, ‘Les Revenants’, ‘The Fall’, dan ‘Broadchruch’. Dialog-dialognya tajam meski alurnya lambat banget. Tapi nggak bakal buang-buang waktu karena ini bukan semata kisah pengejaran kasus pembunuhan berseri. Ini juga drama tentang hidup di sebuah era yang depresif, dan tetang orang-orang yang mencari tanya, “Apakah kita perlu sebuah utopia?”
Pemanis Mata: Maggie Hart (Michelle Monagan), istri Detektif Martin Hart. Terutama di episode tiga, menit ke 29:00 (KILLERS’s version). Hehe.
Data Lain - Durasi: 60 menit. Rating: 1,6-2,3 juta penonton yang kangen Matthew dan Woody kembali ke layar kaca. Ponten IMDB: 9,4/10 dari 19.367 users. Ponten Mas Anang untuk The Moderntramp: “Wuasu kamu rek! Rustin Cohle juaranya, aku suka kamu! Aku mau semua polisi di dunia ini kayak kamu dan Tony Leung di ‘Infernal Affairs’. Pancen oye!”
HINTERLAND, 4 Januari 2014 (4 episodes, BBC One)
Tentang: Berjudul asli ‘Y Gwyll’ (seru ya, nggak ada huruf vokalnya), berkisah mengenai kasus pembunuhan Helen Jenkins. Di rumahnya ditemukan seretan darah dari kamar mandi hingga teras. Jasad Helen hilang diduga dibuang pelaku ke antah berantah. Detektif Tom Mathias (Richard Harrington) bersama timnya membuka tabir kasus. Dimulai dari fakta baru bahwa Helen pernah mendirikan panti asuhan di sebuah tempat yang dinamakan Devil’s Bridge. “Some would say, that the devil never left,” ujarnya tentang tempat itu.
Kenapa Harus Nonton: Terutama yang suka gaya nordic-noir, ‘Hinterland’ hukumnya wajib. Punya kelas yang sama dengan ‘Wallander’, ‘The Killings’, dan ‘The Fall’. Dingin, mencekam, karakter-karakter yang berekspresi lewat mimik, bukan hanya gestur. Juga kasus-kasus pembunuhan yang diselipi sodetan kisah tradisi kelam, cult, kelakuan yang menyimpang. Plotnya lambat memang, dan dialog-dialognya pun nggak sebagus ‘True Detective’, mungkin karena Mathias tak punya partner yang bisa dibully pandangan hidupnya macam Martin Hart. Tapi nggak ada salahnya untuk coba menonton. Meski mungkin, terutama untuk episode pertama, kau akan sedikit kesal dengan simpulannya. Banyak hal yang dibiarkan tak terjabarkan.
Pemanis Mata: Sian Owens (Hannah Daniel) sebagai anak buah Mathias yang paling nggak berguna di kultur kerja mereka. Semoga di episode selanjutnya ia diberi peran lebih banyak. Terutama, ...peran bercinta, yang kalau mengutip God Bless, bisa bikin kami mabuk kepayang. Wajar broh, dingin broh!
Data Lain - Durasi: 60 menit. Penonton: 350ribu penonton yang bosan dengan kisah detektif ala Hollywood. Ponten IMDB: 8,4/10 dari 141 users. Ponten Mas Anang untuk The Moderntramp: “Ya aku sih mau kasih kamu (Hinterland) kesempatan! Semoga di episode selanjutnya celah-celah yang muncul dalam penampilan kali ini nggak terulang.”
LOOKING, 19 Januari 2014 (HBO, 8 episodes)
Tentang: Tiga orang gay dan kisah cinta mereka. Seperti ‘Girls’, tapi isinya cowok-cowok. Patrick (Jonathan Groff), seorang video game designer yang baru ditinggal tunangan oleh kekasihnya. Ia punya masalah membina sebuah hubungan serius. “Paling lama cuma lima bulan,” ujar kawannya Dom (Murray Bartlett), seorang pramusaji wine di sebuah resto mewah. Ia sedang rindu kekasihnya yang kini hidup terpisah dan seolah mengabaikannya. Terakhir ada Agustin (Frankie Alvarez), gay paling gahar, keturunan Kuba, dan bekerja sebagai seniman. Kehidupan cintanya tak bermasalah, ia siap pindah satu rumah dengan kekasihnya, Frank. Hanya saja, kehidupan cintahnya terlalu absurd bagi kaum heteroseksual macam saya. Tonton saja sendiri, hati-hati bikin geli.
Kenapa Harus Nonton: Nggak harus juga sih. Namun setelah ‘gay parade’ marak tahun lalu (bahkan aktivisnya terpilih sebagai salah satu dari TIME’s 2013 People of The Year), saya merasa perlu memahami mengapa orang-orang begitu menaruh perhatian pada hubungan macam ini. Ternyata tak ada yang perlu diributkan, wajar-wajar saja. Dan saya jadi mahfum kenapa dulu ada teman kosan yang begitu perhatian. Lain kali saya nggak perlu takut, cuma perlu menjawab, “Enggak, makasih.”
Pemanis Mata: Nggak ada :((.
Data Lain -  Durasi: 30 menit. Estimasi penonton: 700-800 ribu orang yang berharap ini bisa jadi semacam ‘Sex and The City’ untuk lelaki, ...yang suka lelaki. Ponten IMDB: 7,6/10 dari 1.454 users. Ponten Mas Anang untuk The Moderntramp: “Wis, Geli toh aku nontonnya. Lucu sih digambari gay itu macem-macem, orang kulit yang suka main game, orang Kuba yang badannya tatto semua, orang kulit hitam tapi nggak hitam-hitam banget, orang Mexico gitu apa nyebutnya, Hispanik ya? Wis abis tinggal orang Jember aja masuk ‘Looking’ pasti aku tonton terus!”
THE SPOILS OF BABYLON, 9 Januari 2014 (IFC, 6 episodes)
Tentang: Eric Jonrosh (Will Ferrel) membuat sendiri serial yang diangkat dari novel laku kerasnya. Dibintangi bintang tenar Tobey McGuire, Kirsten Wiig, Tim Robbins, Michael Sheen, Joel Haley Osment (brilian!), Jessica Alba hingga Carey Mulligan. Ceritanya sederhana: tentang sengketa perusahaan minyak kayak antar dua orang anak Morehouse yang sempat saling jatuh cinta, Devon dan Cynthia.
Kenapa Harus Nonton: Kalau bukan parodi, ini kisah sampah. Hanya saja, konsepnya serial ini dibikin jadi sampah banget. Sangat nggak penting, tapi saking nggak pentingnya, kamu malah harus nonton. Sebab ini proyek ‘ambisius’ yang amat menghibur. Kalau bukan buat senang-senang, kenapa aneka bintang layar emas sampai harus mau dibayar murah untuk sempilan layar kaca ini. Kurang James Franco aja sih ini.
Pemanis Mata: Jelly Howie dan Jessica Alba yang baru muncul di episode empat. Kirsten Wiig yang model rambutnya lebih banyak dari jumlah episode dalam serial ini. Dan terakhir, Carrey Mulligan melakukan adegan seks eksplisit di sini, hihi.
Data Lain - Durasi: 30 menit. Estimasi penonton: 100-400 ribu orang-orang haus hiburan dan penggemar Jessica Alba. Ponten IMDB: 7/10 905 users. Ponten Mas Anang untuk The Moderntramp: “Wuasu! Ketawa-ketawa aku pas Laddy Anne York muncul. Syahrini tuh kayak gitu, palsu. Cetar memang, tapi buat apa kalau cuma manekin! Hahaha!”
KLONDIKE, 20 Januari 2014 (Discovery Channel, 3 episodes)
Tentang: Diangkat berbasis kisah nyata, tentang dua orang pemuda yang ingin cepat kaya dan menjadi penambang emas di Yukon, Kanada. Keduanya adalah Bill Haskell (Richard Madden, Robb Stark di ‘Game of Thrones’) dan Augustus Prew (Byron Epstein), mencari peruntungan ke ‘utara’ dan bertemu banyak karakter keras yang tak mereka lihat di kampung halaman mereka.
Kenapa Harus Nonton: Mungkin karena ini miniseri pertama Discovery Channel, penasaran seberapa epik. Dan (saya belum nonton pilotnya) tapi setelah dipindai, cukup berskala saga, openingnya mirip ‘Game of Thrones’. Kabarnya pun, karakter-karakternya amat kuat. Nanti kalau ada waktu luang dan antrian serial yang harus diikuti nggak banyak, saya mau nonton ini.
Pemanis Mata: Belinda Mulrooney (Abbie Cornish), membel ya, empuk gitu ngeliatnya di tengah musim dingin bintang utara di ‘Klondike’. Artis Australia ini bisa lho jadi Xena, kalau serial itu mau dibikin ulang. Saya dukung.
Data Lain - Durasi: 60 menit. Estimasi penonton: 0,8-1,1 juta penonton yang penasaran afterlife Robb Stark dan pecinta sejarah. Ponten IMDB: 8/10 dari 1.354 users. Ponten Mas Anang untuk The Moderntramp: “Aku nggak suka serial kolosal-kolosal dari Amerika kayak gini. Aku nonton cuma karena salah baca judulnya, aku pikir tadinya ‘Klonin’, ternyata ‘Klondike’. Btw, bener lho itu Belinda kayak Ashanty, membel! Itu aja sih alasan aku nonton.”
BITTEN & KILLER WOMEN, 7 dan 11 Januari 2014 (13 & 7 episodes)
Tentang: Dua serial terbaru yang mengedepankan sosok perempuan sebagai jagoan utama. Dalam ‘Bitten’ Laura Vandervoort jadi Elena Michaels, cewek blonde seksi yang bisa berubah jadi werewolf. Kisahnya berkembang karena sebelum pindah dan menyembunyikan identitasnya di Toronto, Kanada, ia pernah tinggal bersama sesamanya di kamp Stoneheaven bersama werewolf lain. Di ‘Killer Women’, Tricia Helfer jadi Molly Parker, jadi sheriff wanita satu-satunya di Texas. Jangkung, berotot, rambut pirangnya tergerai panjang, maklum dulu ia pernah jadi ratu kontes kecantikan. Namun ketika ia mengacungkan senjata, bolehlah para penjahat pria takut, sambil berdesir tapinya.
Kenapa Harus Nonton: Nggak harus kok, ini serial di ambang nilai merah dalam ponten IMDB. Saya suka nonton aja semua serial yang tokoh utamanya cewek, memberantas kebatilan. Dari zaman ‘Charmed’, ‘Xena: Warrior Princess’, dan Buffy the Vampire Slayer’. Saya soalnya feminis banget, tapi bohong. Hehe, maksudnya, saya suka aja liat sosok cewek tangguh. Titik.
Pemanis Mata: Ya jelas, dua tokoh utamanya. Terutama Laura Vandervoort kalau mau berubah jadi serigala. Beretika banget, harus buka baju dulu. Hihi, senangnya. Nah, kalau si Tricia Helfer ini mirip Anastasia di ‘Banshee’, perawakannya, gayanya, beda nasib saja.
Data Lain -  Bitten, Ponten IMDB: 6,7/10 dari 1.300 users. Ponten dari Mas Anang: “Aku kirain bakal sampah banget, ternyata selain punya Mbak Laura, ‘Bitten’ juga punya potensi jadi serial yang awet. Meski yang nonton nggak bakal spektakuler, karena susah Mas, saingannya banyak di pasar segmentasinya mereka.”
Killer Women, Ponten IMDB: 5,8/10 dari 737 users. Ponten dari Mas Anang: “Aku lebih suka Bitten kalau harus main banding-bandingan, dari urusan gelut di lapang sampai gelut di kasur!”
HELIX, 10 Januari 2014 (Syfy, 13 episodes)
Tentang: Science fiction! Tentang akademisi yang pergi ke Arktik untuk menginvestigasi penyebaran sebuah virus berbahaya bagi umat manusia di sebuah tempat penelitian di sana. Karena belum nonton dan dipindai pun, saya bayangkan ini akan jadi seperti ‘World War Z’, ya, zombie-zombiean juga. Diperkuat perkataan seorang kawan, ini tuh bisa jadi semacam awal mula kenapa ada zombie di ‘The Walking Dead’. UPDATE: Baru nonton, ...dan bagus banget, adiktif!
Kenapa Harus Nonton: Buat yang belum nonton (artinya ketinggalan enam episode, sampai tulisan ini diposting), kamu harus siap waktu luang yang panjang. Karena rasanya sulit untuk tidak melanjutkan, apa, yang, telah, ‘Helix’, tularkan, padamu.
Pemanis Mata: Kayaknya sih ya Kyra Zagorsky dan Jordan Harris boleh. Dua-duanya jadi ahli berstatus doktor. Ah, perempuan pintar dan cantik selalu bikin saya terintimidasi. UPDATE: Kyra, Kyra, Kyra, saya dukung dia, apalagi karena perannya di sini lebih vital dari Jordan Haris. Entah kenapa nama terakhir ini mengingatkan saya akan Kate Mara di ‘House of Spades’, menyebalkan, :)).
Data Lain - Durasi: 40 menit. Estimasi penonton: 1,3-1,8 juta penggemar science fiction. Ponten IMDB: 7,5/10 dari 3.939 users. Ponten dari Mas Anang untuk The Moderntramp: “Cerita kayak gini selalu bikin aku bingung, tapi orang-orang bilang jadi most anticipated series tahun ini. Tapi mau dipaksa nonton juga aku nggak ngerti. Yang aku ngerti, ya kisah-kisah cinta sederhana aja yang cuma begitu, ...tapi tak begini! *sambil nyanyi dan silang jari*”
FLEMING, 29 Januari 2014 (BBC America, 4 episodes)
Tentang: Entri terakhir ini masuk di detik-detik terakhir. Berkisah tentang biografi Ian Fleming, pengarang saga serial spionase James Bond. Dari kisahnya, kita akan mengetahui seberapa ‘Fleming’ seorang ‘Bond’ yang kita kenal kini, atau mengutip Lady Ann, “Itu hanya imajinasimu (Fleming) saja.” Dan mereka lalu bercinta. Ahh.
Kenapa Harus Nonton: Fleming adalah orang paling bertanggung jawab merevolusi gaya spionase di layar kaca. Apapun, tak hanya Bond, hampir semua mata-mata berakar dari apa yang ia tulis, dan lebih lanjut setelah menonton ini, ternyata bukan dari hanya apa yang dia reka, tapi ia alami.
Dan ohya, Dominic Cooper adalah salah satu aktor muda terbaik yang pernah saya saksikan. Terutama setelah The Devil’s Double, saya selalu ingin melihat ia punya karakter kuat dalam kisah lain. Alih-alih jadi Bond, ia malah diberi kesempatan untuk menjadi penciptanya.
Pemanis Mata: Dua obsesi saya jadi love interest Fleming di film ini. Lara Pulver, sosok Irene Adler dalam ‘Sherlock’ (aduh), dan Annabelle Wallis di ‘Peaky Blinders’. Keduanya menjadi karakter se’berbahaya’ apa yang pernah mereka tampilkan di seri sebelumnya. Oh, akhirnya kita pun tahu, mengapa Bond menjadi seflamboyan itu.
Data Lain – Durasi: 40 menit. Estimasi penonton: belum ada datanya euy. Ponten IMDB: 8,3/10 dari 208 users. Ponten Mas Anang untuk The Moderntramp: “My name is Bond, Mau Nge Bond. Orang ini yang bikin tiap aku mau ngutang (ngebon) di warteg dulu waktu belum sesukses sekarang bisa dilakukan dengan penuh gaya. Wuasu rek! (sambil tertawa renyah padahal lagi makan makanan kuah)”

#002
Delapan aja kali ya yang kena highlight. Sisanya sih masih ada beberapa serial lagi seperti ‘ENLISTED’ (mungkin kayak ‘Brooklyn Nine-Nine’ untuk para tentara; 6,9/10 dari 1.125 users), ‘INTELLIGENCE’ (mungkin kisahnya kayak ‘Homeland’, tapi latar waktunya di ‘Almost Human’; 7,1/10 dari 3.750  users), ‘BROAD CITY’ (sitkom yang diproduseri Amy Poehler), ‘RAKE’ (adopsian serial Australia plus Miranda Otto; 6,6/10 dari 445 users),  ‘BLACK SAILS’ (usaha Michael Bay memindahkan ‘Pirates...’ ke layar perak; 8,4/10  dari 1.838 users ), dan ‘THE ASSETS' (pengen nonton karena ada Jodie Whittaker, cuma kayaknya mirip ‘The Americans’ banget. Sulit pindah ke lain hati dari Mbak Keri Russel, < 3; 6,6/10 dari 361 users), serta hampir lupa, 'THE MUSKETEERS' (masih belum bisa move-on dari film terakhirnya sih; 7,9/10 dari 1.838 users).
Sekian yang bisa saya laporkan dari klimaks serial baru (yang lama-lama pun masih bikin multiple orgasm, ‘Sherlock’ dan ‘Community’, season anyar!) di Januari. Sampai jumpa di bulan berikutnya dengan pilot serial-serial lain, mari menonton! Cheerio!
/
Ditulis oleh Mohammad Andi Perdana dan Anang ‘Los’ Hermanos untuk The Moderntramp, Februari 2014. “Apa serial baru favoritmu rek?”

Monday, 3 February 2014

TAHUN ANJING

via Jacyn Conley (from piccsy)

1
Mankind is like dogs, not gods - as long as you don't get mad they'll bite you - but stay mad and you'll never be bitten. Dogs don't respect humility and sorrow.Jack Kerouac

Sayangnya kamus modern belum mendefinisikan hal ini: ‘Anjing!’ tak selalu umpatan kekesalan. Dalam beberapa hal, ‘anjing!’ juga ungkapan kekaguman. Jelas ini perlu saya terangkan lebih dulu. Agar tak ada yang tersinggung bila saya menyebut 2013, sebagai ‘Tahun Anjing!’.
Tahun yang mengesalkan, ya. Warsa yang mengejutkan, ya. Sekaligus pun menjadi 365 hari yang patut disyukuri. “Anjing!” saya kesal sekaligus berterima kasih untuk semua yang terjadi di 2013. Kesal untuk tiap hal buruk yang terjadi. Bersyukur untuk segala kebaikan yang datang sendiri maupun mengiringi kekesalan itu.
Kakek meninggal, Bapak tak kunjung bisa diajak ngobrol, motor hilang, rotasi kerja mandek di satu kompartemen, tempat nongkrong favorit tutup, update blog seret. ‘Anjing!’ kan? Saya sempat sampai di satu titik menjuluki tahun lalu sebagai ‘tahun kehilangan’. Sebelum membandingkan dengan banyak cerita dan kisah lain yang saya temui, skala ‘kehilangan’ ini belum ada apa-apanya. Meski kita sama-sama tahu, tak pernah manusia bisa membandingkan satu sama lain. Jadi ya tetap kok, ini ‘tahun kehilangan’ saya, tapi tak harus jadi palka duka. Toh, ‘hanya’ hilang, bukan sirna. Nanti juga dipertemukan kembali, meski mungkin, dalam dimensi, wujud, dan rasa yang berbeda.
Tapi 2013 tak membiarkan saya menerus murung. Beberapa teman datang, bercengkerama, dan membagi kisahnya. Saya senang, senang sekali mendengarkan kisah tentang apapun. Beberapa membuat terpingkal-pingkal, beberapa lainnya mengejutkan, beberapa menyebar kisah pilu dan kadang sedihnya menular. Saya memandang mata tiap mereka bercerita, dan melihat keterbukaan di sana. Bahasa sastra ala-alanya: ‘Ku / melihat danau lapang yang tenang / tetapi beriak / di hampar matamu’, dih~.
Saya senang menjadi tempat orang-orang melabuhkan cerita. Itu indikator saya berguna dan dipercaya orang lain. Saya butuh itu. Dan di tiap dermaga cerita, sebisa mungkin saya memberi hiburan (semoga lucu ya), mengkritik (semoga nggak asal jeplak ya), dan memberi sedikit bekal untuk perjalanan mereka selanjutnya (semoga berguna ya). Terima kasih untuk banyak pertemuan ‘Anjing!” yang menyenangkan, sangat saya syukuri. Seorang kawan pernah berkata, “Kebahagiaan tak pernah bersumber pada satu hal.” Dan tahun lalu, saya mempercayai itu setelah menemukan banyak mata air baru.
Tahun lalu untungnya pun sempat bervakansi. Ini obat paling mujarab untuk jenuh. Naik motor mewah ke nikahan seorang teman di Solo, Jawa Tengah. Rindu pun, terakhir berkendara jauh ya perjalanan ke Bali itu, tahun baru 2009. Untung ternyata masih kuat dan punya cerita menyenangkan (meski partner kali ini rewelnya minta ampun, xp).
Yang paling ‘Anjing!’ di 2013 sih seorang teman akhirnya menemukan tambatan hati. Senangnya! akhirnya setelah melajang sekiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan lama, haha. Mendengar ceritanya untuk kali pertama malah bikin pipi merona sendiri, :)). Selamat untuk kalian berdua, tak ada yang lebih berharga ketimbang menjadi magis bagi satu sama lain. Kalau kata Kahlo kan, “You take a lover who looks at you like maybe you are magic.” ‘Anjing!’ emang kalian, :)). 
2
‘Anjing!’ itu kini bak kata yang ‘gemini’. Punya dua sisi yang komplementer di satu raga. Lewat beranjing-anjing saya bisa mengumpat namun tak lama kemudian tersenyum. Banyak hal lain yang bikin kesal, namun pun bersyukur dibikin kesal. Karena dunia, bagi seorang Libra seperti saya harus setimbang rata baik-buruknya, susah-mudahnya, dan sedih-senangnya. Begitulah Libra, atau mungkin saya saja, selalu ingin menjadi orang paling bisa diandalkan untuk mencari silver lining dalam tiap masalah, tapi juga kelewat khawatir malah kalau terlalu lama bahagia. Tapi itu bukan alasan untuk menikmati apa yang terjadi pada saya saat ini, dalam keadaan yang seburuk-buruknya, sesusah-susahnya, dan sesedih-sedihnya. Toh, mengutip sebuah dialog di komik yang saya lupa judulnya apa, “Life is a series of unique opportunities. It’s our job to find the happiness in each one.”
Kepada seorang teman saya berkata, “Suatu saat, entah kapan itu akan datang hal-hal yang tak kau mengerti bisa terjadi padamu.” Bila itu tiba, jangan pernah berhenti untuk mencari dan memahami. Karena dengan cara itu saya bertahan, menikmati dan memperjuangkan tahun lalu. Bertahan dan menikmati, demi diri sendiri. Berjuang, untuk suatu hal yang memang layak dan mau diperjuangkan. Mereka yang membuat saya terus percaya, mengerti, juga berbesar hati.
Tahun berganti, umur pasti bertambah. Kedewasaan belum tentu sepadan melaju dengan hari yang dijalani. Dan bila bisa mengambil secuil momen di 2013, saya bisa menyebut apa yang telah saya sampaikan di paragraf sebelumnya sebagai: 'proses pendewasaan'. Ya, saya tahu itu masih akan terus berlangsung, malah mungkin ini baru awalnya saja. Dan karena itu  saya tak mau menyerah dengan warsa yang hanya memakan usia, membuat kita hanya menjadi lebih tua.
Selamat menikmati sebelas bulan tersisa di 2014. Semoga tetap menjadi ‘Tahun Anjing!’ yang mendewasakan untuk kita semua, :).

2014.

Thursday, 22 August 2013

DONGENG SEUSAI LELAP

#001
Dan kita, akan selalu percaya pada dongeng-dongeng. Hmm ya seperti yang sering kuceritakan padamu sebelum tidur. Cerita-cerita yang hampir selalu tak usai. Karena lelap lebih cepat membalap.
Dan aku, beranjak. Kau kaget membelalak, butuh tiga detik untuk berkata, "Tadi sampai mana ceritanya?" Padahal matamu masih setengah terbuka. Kubilang sudah beres saja, biar cepat perkara.
"Hooooo," kau lelap seperti yang sudah kuduga, semenit kemudian, sudah biasanya. Aku harus menunggu, hingga posisi tidurmu melingkar dan kecil mendengkur. Tanda lelapmu, lengkap dengan wajah yang menggelikan itu.
Kadang aku khawatir kalau sudah lelap, urat-urat di lehermu berdebar cepat. Katamu suatu waktu, "Tak apa memang begitu." Aku berpikir lagi, bagaimana kau bisa tahu apa yang terjadi padamu saat tertidur. "Hahaha!" 
Dan aku baru benar-benar, bisa beranjak setelah itu. Menggaruk-garuk rambut, menggeleng sambil tersenyum karena banyak hal. Kuselimuti kau dari kaki hingga kepala. Agar malaikat tetap khusyuk berdoa untukmu, tak hilang konsentrasi karena melihat, --sekali lagi-- wajahmu yang menggelikan saat tertidur.
Ah, pasti aku pun jauh menggelikan. Mungkin, menjijikan, ah jangan, jangan sampai. Maka sejak saat itu kuputuskan, aku tak ingin tidur lebih cepat darimu.
Juga karena alasan lain. Adalah kesenangan melihatmu berbaring di tempat yang kau bilang paling aman. Adalah ketenangan, melihat kedamaian tubuh yang terlelap, setia menunggu jiwa yang melanjutkan kisah fantasi di alam mimpi.
Selamat tidur, sampai bertemu esok hari, dan giliranmu bercerita untukku, dongeng seusai lelap, X) X) X).

Saturday, 3 August 2013

KARMA: TAK ADA BINTANG JATUH MALAM ITU

via piccser

#002
Di tepi danau itu, gelap sekali. Langit tak merah karena bulan tak datang malam ini. Suasana terbaik untuk sebuah eksekusi. Aku berjalan tertatih sambil menyeret mayat lelaki itu. Lelaki yang baru saja kudor keningnya.
Aku menaikannya ke atas sampan. Lelaki ini beratnya jadi berkali lipat. Dalam salah satu metode 'penghilangan', memberati mayat dan membuangnya ke laut atau danau adalah salah satu cara yang populer. Aku tak suka melawan arus. Ikut saja, namanya saja populer, jelas sudah diuji keberhasilannya. Aku tak mau neko-neko.
Lumayan memancing keringat juga pekerjaan paska-eksekusi ini. Menyeretnya dari gudang ke danau butuh sekitar setengah jam, padahal jaraknya paling cuma 500 meter. Bola-bola besi sebelumnya telah kupersiapkan. Kurantai ke tubuhnya sejak di gudang.
Di sampan aku merasa bodoh. "Kenapa tak kurantai di sini saja?" Aku tertawa sendiri sambil menyalakan rokok, lalu menarik sauh.
Namanya Danau Kematian. Terletak jauh sekali, jangankan dari pusat kota, pusat desa saja butuh waktu berjam-jam. Setengah perjalanan bisa ditempuh dengan kendaraan, sisanya harus berjalan kaki. Tak ada siapa-siapa karena tak ada yang berani ke sini. Danau Kematian terletak di Hutan Terlarang. Mitosnya banyak hantu, binantang buas, sampai manusia jadi-jadian. Mereka konon muncul dan bergentayangan keluar dari Danau Kematian. Hantu-hantu yang kuyup.
Tentu ini tempat idaman bagi setiap pembunuh bayaran. Orang-orang yang tak takut hantu penasaran, karena mereka yang menciptakannya. Yang unik, meski namanya terlarang, sinyal telekomunikasi masih berfungsi di sini. Walau hanya satu bar. Aku pernah melihat satu menara sinyal saat menyembunyikan mobil di ujung Hutan Terlarang. Sebuah bukit yang jalurnya cukup sulit. Dibuat sembarang saja sepertinya, sekali pakai ketika petugas operator telekomunikasi memasang menara sinyal itu.
Tapi mereka tak salah, di ujung timur terdapat sebuah desa padat penduduk. Kabarnya seorang politisi tenar berasal dari desa ini. Ia kini duduk jadi wakil rakyat, dan menara sinyal tadi adalah salah satu jejaknya. Klaimnya, ia mengeluarkan kocek tebal demi menjalin komunikasi dengan kampung kelahirannya. "Kacang tak boleh lupa kulit," ujarnya dalam sebuah wawancara di televisi.
Di ujung barat menara sinyal, dataran kembali melandai jadi lembah. Itulah Hutan Terlarang.
Aku memandangi wajah pria malang itu. Membayangkan akan jadi apa mitosnya jika benar ia gentayangan, keluar dari Danau Kematian. "Hmmm, Hantu Botak Bermata Tiga," aku menamainya begitu sambil menggambar kelopak mata di jidatnya yang bolong tepat di pusatnya. Kugambar dengan sisa-sisa darah segar yang mengucur dari luka bakar itu.
Telepon genggamku berbunyi, sebuah pesan singkat dari 'Tuhan Santoso' masuk. Satu-satunya nomor yang kusimpan di telepon ini. "Brengsek! Segera bereskan saja tak usah banyak drama," tulisnya. 
Lho, kenapa jadi menyalahkan drama. Itu perlu sesekali, menggulai hidup yang terlalu pahit, mempedarkan hayat yang terlau manis. Ketar-ketir mungkin Tuhan yang satu ini, hidupnya tiba-tiba getir.
Ia masih kesal rupanya dengan kejadian beberapa jam lalu. Tapi suka tak suka, itu aturan mainnya. Aku tak mau kena karma.
"Beres Ya Rabb, selesaikan saja tugasmu. Ruh sudah tercabut dari raganya," tulisku dalam pesan singkat untuknya. Di ujung sana, pesanku akan diterima dari kontak bernama 'Izrail'. Satu-satunya kontak yang hanya terdapat di telepon genggamnya.
Dengan sepatu bootku, kusepak-sepak tubuh kaku itu hingga ke ujung sampan. Aku berdiri mencari keseimbangan, berjongkok di samping mayat yang terbaring itu. Mencungkilnya dari sampan sambil melolong sekuat tenaga. Byur. Satu raga tenggelam diiringi suara manusia lainnya yang berteriak lirih dan menggema.
Kuseka keringat, setelah itu sekuat tenaga kulemparkan telepon genggamku ke danau. Bentuknya yang pipih membuatnya loncat tiga kali di atas air sebelum benar-benar lenyap ditelan permukaan danau yang beriak. Di tempat lain, entah di mana, 'Tuhan Santoso' juga harusnya melakukan hal yang sama. Dua telepon genggam itu tak pernah ada.
Aku berbaring di atas sampan yang terombang-ambing riak yang tenang. Kulihat bintang-bintang merajai langit jauh di balik asap rokok yang mengepul tak henti. Aku berbaring sampai menunggu bintang jatuh demi mengucap harap,
"Nak, masih banyak yang tempat yang lebih mulia dari dunia yang bejat ini."
Dan tak ada bintang yang jatuh malam itu.
- - -
Ditulis Galajingga di Radio Dalam, Jakarta Selatan (2/8). Tulisan ini merupakan bagian dari serial #CeritaGala: #Karma

Friday, 2 August 2013

KARMA: INTRODUKSI

via 199932real

#001
Karma adalah akibat dari hal-hal yang tak (sempat) terjelaskan. Hal-hal yang tak terselesaikan. Menghindari karma, aku hanya perlu menuntaskan segalanya secara lugas.
>< 
"Hallo, hallo! Aku bisa jelaskan. Bukan, bukan. Aku tak bermaksud demikian, biar kujelaskan dulu. Tunggu, tunggu!" ujarnya dengan nada tinggi. Kubiarkan saja mereka berbicara selama beberapa menit. Aku tak ingin menguping. Kunyalakan sebatang rokok sambil menunggu di sebuah sofa lapuk di gudang tua yang gelap ini.
Sebab tugasku bukan menguping. Tugasku membunuhnya.
"Hallo, hallo, hallo! Hai, tolong, telepon dia lagi," ujarnya dengan nada tinggi dalam keadaan terikat di sebuah bangku kayu yang lapuk. Telepon genggamku tergeletak di meja besi di depan sekapnya. Terdengar bunyi menutut, tut-tut-tut, dari lubang suara telepon genggamku. Lawan bicaranya menutup sambungan. Lawan bicaranya, orang yang menyewaku untuk membunuhnya.
"Kau sudah tahu kan siapa aku? Siapa pula yang menyuruhku dan alasan mengapa ia ingin aku membunuhmu," ujarku.
"Tunggu sebentar, aku bisa menjelaskannya. Biarkan aku bicara padanya sekali lagi," ujar ia. Keringat dingin membasahi kemeja putihnya yang terpapar noda tanah. Lututnya gemetaran. Kurang banyak berdoa rasanya ini orang, takut sekali menghadapi kematian.
"Tapi kau sudah tahu kan? Sudah tidak penasaran lagi?" ujarku bertanya sambil memasang peredam suara pada pistolku. Ia tak menjawab, sibuk meracau dengan entah, aku lupa apa kata-kata terakhirnya. Kalau tidak salah, "Aku tak mengerti, ini hanya salah paham sa..."
Sebutir peluru menembus kepala plontos itu sebelum ia menyelesaikan kalimatnya. Tugasku usai. Tak ada yang tak terselesaikan antara aku dengannya. Pria muda malang itu tahu segalanya tentangku dan alasan Tuhan memilihku sebagai malaikat pencabut nyawa baginya.
Bila ada hal-hal yang tak terselesaikan. Itu antara ia dan orang yang menyewaku untuk membunuhnya. Karma mungkin akan datang kepadanya suatu saat.
Tapi tidak kepadaku. Toh aku belum mati, belum mau mati. Anehnya lima tahun berselang kelak, karma juga tidak (atau belum) datang pada orang yang menyewaku itu. Malah kulihat hidupnya lebih bahagia. Ah, mungkin ia tak percaya karma saja.
>< 
Tapi aku percaya. Maka aku selalu menyelesaikan setiap hal secara jelas dan tuntas. Seberapapun menyakitkannya dan betapa malas kumengusaikannya. Niscaya itu lebih baik dari pada merasa kebal, tapi banyak hal-hal mengendap tertinggal. Aku hanya tak ingin meninggalkan rasa penasaran. Percayalah, penasaran adalah bibit dendam paling dalam. Ya, aku amat percaya itu. Dan aku selalu takut dengan apa yang kupercayai.
Bukan, bukan Tuhan.
- - -
Ditulis Galajingga di Radio Dalam, Jakarta Selatan (1/8). Tulisan ini merupakan bagian dari serial #CeritaGala: #Karma
- - -

Wednesday, 31 July 2013

ONE LAST DIVE


Ada yang seru dari Jason Eisener (sutradara 'Hobo with A Shotgun, V/H/S 2) bulan ini. Disebut-sebut sebagai 70 detik yang menegangkan. Film horor pendek berjudul 'One Last Dive'. Ketakutan yang efektif. Simak saja sendiri ya, harus sendiri, :)).
- - -
Ditulis Btok di Radio Dalam (30/7) sambil mendengar lagu Matta Band, "Oo, kamu ketakutan!" Tulisan ini merupakan bagian dari rubrik #Seninema.
- - -

Tuesday, 30 July 2013

BAPAKE

Saya tahu ada ada beberapa hal menyenangkan datang, bukan sebagai pengganti, karena memang beberapa hal tak akan terganti. Tapi, tak ada salahnya untuk merasa sedikit senang. Senang karena beberapa hal menyenangkan datang, untuk mengingatkan.
Terakhir kali berkomunikasi dengan Bapak, mungkin Oktober dua tahun lalu. Sebelum dia terkena stroke, mendadak sekali dan kami semua kaget. Orang yang tak pernah mengeluh sakit selama hidupnya. Memang ya, tak ada yang pasti di dunia ini.
Komunikasi saya dengan Bapak begitu klise. Ia lahap habis semua halaman koran hampir setiap hari. Langganannya, Kompas untuk skala nasional, Pikiran Rakyat untuk skala regional. Setelah pensiun, ya teman sejati di pagi harinya, dua surat kabar itu.
Menjelang siang, saya baru bangun. Ya kami ngobrol soal apa yang dibacanya tadi pagi. Tentang apa saja, dari politik  hingga olahraga. Ngobrol ngalor ngidul dan sok bener tentang negara, atau tentang hasil pertandingan sepak bola semalam. Kata ibu, ia komentator sejati. Kasarnya, "Jago komentar doang." Bapak hanya tersenyum mendengarnya.
Entah kenapa mendadak rindu obrolan klise macam itu. Saya amat bersyukur stroke tak memisahkannya selamanya dari saya. Tapi juga kecewa karena itu pula, saya tak bisa lagi berkomunikasi kata-ke-kata dengannya. Stroke tak hanya pernah membuat separuh tubuhnya lumpuh, tapi juga membuat kemampuan bicaranya lenyap. Setelah itu, ia hanya mengangguk, menggeleng, dan tersenyum terhadap orang-orang yang bercengkerama padanya.
Kerinduan terhadap sosok orang tua laki-laki sedikit terbayar dua pekan lalu. Pulang dari Jakarta, singgah di tempat teman menjelang sahur. Jelas ada yang menyambut, karena sudah 'wanci janari'. Menunggu makanan siap saji, kami ngobrol ngalor-ngidul. Bapak si teman ini juga gandrung obrolan seputar media massa. Topik-topik terhangat ia ikuti. Kami jadi mengobrol tentang itu, juga tentang hal-hal lain yang lebih sederhana, tentang hidup, kerja, dan rencana-rencana ke depannya (nggak sederhana-sederhana banget ternyata, xp). Senang saja rasanya ketika bertemu bapak-bapak yang lebih tua, menaruh perhatian lebih terhadap kita, di saat, ya mungkin sedikit banyak yang merasa, kita rindu perhatian macam itu. Ya, menyenangkan rasanya.
Dan ia menawarkan untuk sahur di tempatnya. Obrolan masih jauh dari usai. Rasanya tak ada salahnya untuk menyicip masakan ibu si teman yang terkenal jago masak ini. Tergoda pula. Tapi di rumah juga ada yang berharap saya tiba. Meski biasanya makanan sahurnya cuma 'ceplok endog' dan ayam goreng yang dipanaskan sisa semalam.
Seperti yang sudah saya bilang di atas. Beberapa hal menyenangkan datang untuk mengingatkan. Di rumah, Bapak yang ternyata ikut puasa pasti menunggu. Meski ia tak bisa secara eksplisit bilang rindu. Tawaran itu, justru jadi pengingat bahwa masih ada tanggung jawab lain yang harus saya penuhi.
Saya pamit. Di perjalanan pulang ke rumah yang tak sampai setengah jam saya berharap Bapak cepat pulih lagi. Membaca koran lagi dan kembali bertukar cerita tentang apa yang tercetak di sana. Sekarang mungkin beda rasanya, saya jadi salah satu pelakunya, peliput berita-berita itu. Bapak mungkin senang.
Atau ya bila itu terlalu berat. Setidaknya hanya ingin mendengar ia berkata, "Gimana kabarmu sekarang?" Dan saya akan bercerita tentang semuanya, mengalihkan perhatannya dari segala apa yang ia dengar, lihat dan baca. Saya bersyukur masih diberi kesempatan kedua, ketiga, dan seterusnya.
- - -
Ditulis oleh Btok di Radio Dalam, Jakarta Selatan (29/7) setelah menonton Le Grand Voyage.
- - -