Thursday 8 January 2015

KRONIK: TEROR CHARLIE HEBDO

AP Photo / John Minchillo

(#KRONIK) - PENYERANGAN KANTOR REDAKSI CHARLIE HEBDO DI PARIS, PRANCIS MENEWASKAN 12 ORANG. TIGA PELAKU TEROR MASIH DIBURU POLISI. DISEBUT SALAH SATU TEROR TERBURUK DALAM SEJARAH EROPA DALAM 20 TAHUN TERAKHIR

[UPDATE, 9/1) - POLISI KEPUNG TERDUGA PELAKU DI SEBUAH KAWASAN INDUSTRIAL. HINGGA SORE INI, POLISI BELUM BISA MENDEKAT. ALASANNYA, PELAKU DIKHAWATIRKAN PUNYA SANDERA PALING TIDAK SATU ORANG, DAN MEMILIKI BAHAN PELEDAK.



Monday 5 January 2015

GONE GIRL (2014)


1
(#SENINEMA) 'MENCARI JALANG YANG HILANG' - KADO AKHIR TAHUN DARI SINEMA. DUET DEBUT DAVID FINCHER DAN GILLIAN FLYNN BERBUAH MANIS. LEWAT KISAH GETIR ROMANSA RUMAH TANGGA DIANGKAT DARI NOVEL BERJUDUL SAMA. RATING: (4/5) >

Tak ada yang lebih mencengangkan ketimbang kehilangan seorang istri. Betapapun berantakan rumah tangga yang telah dibina Nick (Ben Affleck), tetap saja ia khawatir ketika mendapati rumahnya bak kapal pecah, Amy (Rosamund Pike) tak lagi ada di sana. Tepat di ulang tahun pernikahan kelima mereka, ‘Gone Girl’ berkisah.

Tak ada yang tahu pasti kemana Amy menghilang. Sengaja kabur, diculik orang, atau bisa saja nyawanya sudah melayang? Bahkan Nick pun tak punya klu. Paling tidak hingga di satu sudut rumahnya, sebuah amplop putih membuka sedikit demi sedikit jawaban. ‘Klu nomor satu.’ Nick sulit lagi percaya, apa yang dialaminya nyata atau hanya reka-reka.

Lima tahun silam, kedua penulis ini bertemu dalam sebuah pesta, tak perlu berjam-jam hingga Nick bisa mendaratkan ciuman di bibir Amy yang penuh gula-gula. Keduanya tampak bagai pasangan serasi; bak pangeran dan tuan putri di kerajaan kata, saling mendukung dan menginspirasi. Nick, melengkapi hidup istrinya yang menelurkan sebuah buku berjudul ‘Amazing Amy’, menjadi lebih menakjubkan.

Hingga satu waktu cobaan tak kunjung berlalu. Mereka berdua yang hidup mewah di New York harus pindah ke kota kelahiran Nick dengan dua alasan. Harta Amy dari royalti penjualan buku menipis dan orang tua Nick, sakit akut. Sebagai penulis, di kota itulah Amy dan Nick ‘mati’.

Nick membuka bar bersama saudara kembarnya, Margo (Carrie Coon). Dan Amy beradaptasi mati-matian untuk puas hanya menjadi seorang ibu rumah tangga. Hidupnya kini tak lagi mengagumkan. Belakangan, Nick kerap jarang pulang, seringkali marah tanpa alasan. Membuat gadis dengan raut sekilau berlian itu ketakutan. Ia punya keyakinan dan kengerian yang begitu besar, bahwa lama-lama Nick, bisa saja membunuhnya.

2.
Cerita itulah yang direka-ulang oleh detektif lokal Rhonda Boney (Kim Dickens). Ia mulai curiga, Nick bisa jadi ialah otak dibalik kepergian istrinya. Dan Nick kukuh, meyakinkan tak hanya polisi itu, seluruh warga di kota kelahirannya, dan juga para pemirsa lewat media yang meliput kasus ini, bahwa ia benar tak tahu apa-apa.

Dari dimensi yang berbeda, kami bisa merasakan seolah karakter yang diperankan secara apik oleh Ben Affleck itu berteriak, “Anjiiiiing, kunaon atuh aing teh, kamana silaing teh Amyyyyyy!” Terasa sekali, begitu thrilling, kualitas setara seperti yang diperankannya dua tahun lalu dalam ‘Argo’.

Namun dua wanita lain dalam film ini, tak kalah berakting  penting. Pertama tentunya Rosamund Pike yang tampak jauh lebih memesona ketimbang menjadi salah satu ‘gadis’ Bond dalam ‘Die Another Day; 12 tahun lalu. Satu kata yang cukup mewakili aktingnya dalam film ini: Gila!

Satu lainnya adalah jagoan kami, Carrie Coon! Sejak muncul di serial HBO ‘The Leftovers’, penampilannya di layar kaca selalu terngiang. Suara rendahnya yang khas, rambut pendeknya yang sebahu, dan tentu saja, butir-butir sendu di matanya selalu bikin rindu. Dan ia membuktikan dalam ‘Gone Girl’ tak hanya piawai berakting sebagai wanita yang ‘galaugenik’, di sini ia menjadi motor prima bagi kembarannya untuk bertindak ‘berani karena benar’. Meski ia sendiri tak tahu apa yang paling sejati dalam kasus ini, tapi setidaknya ia menjadi humas yang baik bagi Nick, menggiring pemirsa untuk percaya padanya. Ah pokoknya, dua debutnya di serial dan film amat brilian. Tali merahnya, kota kecil. Ya, bisa saja sampai saat ini kita juluki Carrrie Coon sebagai artis yang ‘towngenic’.

3.
Tapi kembali lagi pada bintang utama paling bersinar dalam ‘Gone Girl’, Rosamund Pike sebagai Amy. Kami menyebutnya jalang, jelas akan diprotes keras untuk para pembaca novelnya. Dalam literatur itu, Amy lebih digambarkan sebagai sosok gadis cool yang risau ketimbang sociopath. Atau kami menyebutnya, --seperti Nick—‘crazy fucking bitch’, jalang. Ya, jalang yang hilang.

Amy Dunne adalah rara avis. Karakter sepertinya langka, tak hanya di layar kaca, bahkan menurut banyak psikiatris, sosiopat wanita hanya ada 15 persen di dunia. “Almost mythological creature,” ujar Merve Emre dalam sebuah artikel di Digg. Mengacu pada Amy, para psikopat ini lebih menganggap dirinya sebagai ‘product’, bukan ‘person’. “Plastic, fungible, ready to be consumed by anyone, at anytime.” Mereka adalah produk dari janji ingkar yang dibuat dari wanita, untuk dirinya sendiri.

Itulah mengapa ibu saya selalu berkata, jangan pernah menyakiti hati seorang wanita. Kita tak tahu wanita yang kita sakiti itu adalah mereka yang 85 persen, atau 15 persen sisanya, yang amat berbahaya. Probabilitasnya memang lebih kecil, tapi tak bijak kiranya menjadikan statistik ini untuk bermain api.

Sialnya bagi Nick, ia memilih pendamping dari sisi yang langka. Separuh pertama film kita dibuat begitu kagum dengan sosok Amy yang tampak too good to be true. Separuh sisanya, kekaguman itu tetap ada, hanya saja jujur, jelas kami tak ingin dekat-dekat dengannya.

Tak mau kami seperti karakter Desi Collings (Neil Patrick Harris), milyuner yang tak kapok jatuh cinta padanya. Hingga harus berakhir tragis dalam sebuah adegan yang tak bisa kami lupa. Samantha Highfill dari Entertainment Weekly setuju dengan kami dan memwawancarai sinematografer ‘Gone Girl’ untuk mengurai adegan mengerikan itu http://insidemovies.ew.com/2014/12/12/best-of-2014-gone-girl-desi-death/ .

“We wanted to truly show Amazing Amy’s colors, and see the sociopath that she really is,” ujar Jeff Croneweth.

Tapi adegan itu hanya kulminasi dari apa yang sudah mati-matian Rosamund Pike tampilkan dalam ‘Gone Girl’. Seorang wanita yang tak bisa menerima kegagalan. Itu juga yang mungkin jadi alasan mengapa ia tak pernah meminta berpisah dengan Nick yang medioker. “Nick teased things out of me i didn’t know existed: a lightness, a humor, an ease. But i made him smarter, sharper. I inspired him to rise my level. I forged the man of my dreams,” ujarnya dalam film Dan ketika Nick sudah setara dengan intelektualitasnya, si jalang menghilang dengan elegan.

Amy sosok yang mengerikan, tapi sekaligus menarik. Dan mengamati karakternya adalah salah satu alasan mengapa kami menonton duet debut David Fincher dan Gillian Flynn ini.

4.
Dalam sebuah artikel yang ditulisnya untuk Los Angeles Times http://www.latimes.com/entertainment/envelope/la-et-mn-writers-gone-girl-20141120-story.html Gillian Flynn menyebut dirinya sendiri bak dr. Frankenstein yang menciptakan seorang monster bernama: Amy Dunne. Serunya, ia dipertemukan dengan David Fincher. Keduanya bisa berdiskusi tentang ‘Lolita’,  ‘Clockwork Orange’, etc. dan memasukkan elemen-elemen humor kelam di dalamnya pada ‘Gone Girl’.

Itulah resep yang membuat kami kadang berujar, “Wanjir, hahaha,” di sela film yang harusnya penuh misteri dan ketegangan ini. Keduanya menahan agar dalam kelam, Gone Girl tetap seksi dan bermara.
Amat-amat berbahaya, terutama bagi mereka yang akan, baru, atau sudah lama menjalin rumah tangga. Kalimat pembuka dari film ini, perlu sekali disimak. “When I think of my wife, I picture cracking her lovely skull, unspooling her brains. Trying to get answers: What are you thinking? What are you feeling? What have we done to each other?

Menyenangkan sekali melihat menit-menit pertama dan terakhir film ini diakhiri secara simetris lewat dialog di atas. Sinematografi sama, konteksnya jauh berbeda. Tak ada lagi afeksi, melainkan intimidasi.

Kutipan di atas pula menjadi pertanyaan yang jadi abadi dalam film ini, karena sampai kredit title di akhir film bergerak, pertanyaan itu tetap muncul tanpa jawaban. Tapi ‘Gone Girl’ bukanlah semata tentang pencarian. Ini adalah cerita bagaimana orang-orang menikmati hidupnya dengan cara yang tak bisa kita cerna.

Dan kurang ajarnya, setiap hal yang tak bisa kita cerna dengan akal sehat, selalu menghantui.

/

'Gone Girl' (2014), directed by: David Fincher. Starring: Ben Affleck, Rosamund Pike, Carrie Coon. Release date: September 26, 2014 (New York Film Festival. Duration: 149 minutes. Ratings: 83/100 (IMDb), 79/100 (Metacritic), 88/100 (Rotten Tomatoes), 85/100 (The Moondicator).

------------------------------------------------------------------
Ditulis oleh Mohammad Andi Perdana (@btork) untuk The Moderntramp dalam rubrik #Seninema; tentang film paling menarik yang kami tonton dalam sepekan.

Monday 29 December 2014

KRONIK: EVAKUASI KORBAN AIR ASIA QZ8501


(#KRONIK) – PESAWAT AIR ASIA QZ 8501 RUTE SURABAYA – SINGAPURA HILANG KONTAK DENGAN MENARA PENGAWAS UDARA. MENGANGKUT 162 PENUMPANG DAN AWAK, PESAWAT DITEMUKAN DI SELAT KARIMATA, SELATAN PANGKALAN BUN, KALIMANTAN TENGAH


Tuesday 23 September 2014

THE FAULT IN OUR STARS


1
#15MENIT - APA SAJA YANG DITAWARKAN 'THE FAULT IN OUR STARS' DALAM 15 MENIT PERTAMANYA? SATU HAL YANG PALING MEREBUT PERHATIAN KAMI ADALAH, "KOK BISA-BISANYA ORANG TUA HAZEL GRACE (PENGIDAP KANKER TIROID) MEMBIARKAN ANAKNYA PERGI BERDUA DENGAN ORANG ASING YANG SEDANG MENGGIGIT ROKOK DI MULUTNYA?" BERIKUT ADALAH BEBERAPA HAL YANG KAMI SIMAK DI PARUH PERTAMA FILM INI >


01:21 –  “Late in winter on my seventeenth year, my mother decided that i was depressed,” adalah hal pertama yang ditulis oleh John Green dalam buku ‘The Fault in Our Stars’. Tribut yang menyenangkan rasanya bagi para pembaca bukunya untuk menyaksikan adegan tersebut sebagai pembuka film. Bagi Hazel, jelas jauh dari menyenangkan, rasanya seperti sudah jatuh kanker tertimpa depresi. Pembelaan bagus darinya, “Depresi bukan efek samping kanker, depresi adalah efek samping dari sekarat.”

01.50 – ‘An Imperial Affliction’, satu-satunya buku yang dibaca Hazel Grace, ditulis oleh Peter van Houten.  Kutipan favorit Hazel, “Pain demands to be felt.” muncul sekilas, menegaskan kekhawatiran ibunya, bahwa ia depresi. “I’m not depressed!” ujar Hazel setengah berteriak pada ibunya. Acungan jempol untuk Shailene Woodley yang memerankan Hazel, semakin kencang ia membantah, semakin jelas di sayu matanya jika ia depresi.

02.38 – St Patrick’s Day. Sayang sekali ia hanya muncul beberapa menit di awal film. Satu dari dua karakter (selain Issac ‘Always’) yang membawa unsur komikal dalam film ini. Tepuk tangan meriah untuk kemampuannya merajut karpet ‘The Heart of Jesus’ dan menciptakan lagu. Mari kita bernyanyi bersama, “Christ is our friend, and he’ll be there till the end. Christ, Christ!

06.30 – Augustus Waters. Remaja berbibir kiyut yang harus hidup dengan satu kaki karena  osteosarcoma. Salah satu chemistry terbaik di 15 menit pertama film ini ketika ia menatap tajam ke Hazel yang jadi kikuk. Alis Hazel terangkat sambil balik menatap seolah berkata dalam hati, “Naon maneh, naon?”

12.34 – The Metaphor. Am i the only one here who doesn’t care about that cigarette metaphor? Karena yang paling penting di menit-menit ini ketika sang ibu menjemput Hazel, “Hey sweetheart, is it (American Next) Top Model time?” Meski di awal film Hazel mengklaim bahwa ia adalah ‘Keith Richards of cancer kids’, ia tetap seorang remaja yang selalu melakukan apapun yang ia suka: termasuk menonton acara reality show yang kadang tak esensial. “Mereka tak perlu punya alasan panjang untuk melakukan apa yang mereka mau,” ujar John Green ketika diminta mendefinisikan kata: ‘remaja’.


2
Begitulah, setidaknya kami sudah punya lima alasan dan pertanyaan mengapa harus menyelesaikan ‘The Fault in Our Stars’ yang berdurasi 132 menit ini. Kami penasaran dengan jawaban pertanyaan-pertanyaan: Apakah Hazel nanti mati? Kalau mati apakah karena kanker atau depresi? Apa pentingnya buku ‘An Imperial Affliction’ dalam hidup Hazel?

Lalu penasaran bagaimana Shailene Woodley dan Ansel Elgort yang sebelumnya bermain sebagai adik-kakak di ‘Divergent’ membangun chemistry sebagai ‘kakak-adek ketemu gede’ di film ini? Apakah kami masih dapat kesempatan untuk mendengar lagu lain dari Patrick? Atau malah Augustus Waters yang bernasib buruk. Soalnya, Hazel sempat berkata, “The only thing worse than biting it from cancer, is having someone bite it from cancer.” Merujuk pada kesedihan ibunya mengurusi ia yang pesakitan.

Beberapa orang juga bilang perhatikan baju yang dipakai Augustus saat pertama kali bertemu Hazel. Ada paan? Semoga bukan karena pada akhirnya mereka berdua kaya dan bahagia sebagai pengusaha garmen yang sukses. Soalnya kami sudah beli segepok tisu, siap-siap untuk kemungkinan terburuk: nangis sesenggukan.

The Moondicator untuk #15Menit 'The Fault in Our Stars' > 4/5.


*

Ditulis Mohammad Andi Perdana (@btork) untuk The Moderntramp. ‘#15MENIT’ adalah tulisan pendek dalam rubrik Seninema: Rubrik ini mencoba untuk menilai sebuah film lebih dari sekadar figur, sampul dan judul. Karena 15 belas menit pembuka dalam sinema adalah durasi yang tepat untuk memberi kesan pertama. Pilihan setelahnya: lanjut menonton dan siap-siap terpukau; mempercepat banyak adegan film untuk mengetahui bagaimana ceritanya berakhir; atau segera mengakhiri dan melakukan hal lain yang lebih bermanfaat. Tabik.

Friday 27 June 2014

NAGA MANG

1

DALAM HIDUP, RASA CEMBURU PERTAMA KALI KURASAKAN PADA TEMAN-TEMAN MASA KECIL DI KAMPUNG HALAMANKU. AKU BINGIT BANGET, KARENA TERNYATA BAPAK JUGA MENCERITAKAN KISAH YANG SAMA KEPADA MEREKA TENTANG SEBUAH RAHASIA. ITULAH KALI PERTAMA PULA AKU MERASA, DALAM HIDUP, RASA KESAL YANG BEGITU MEMUNCAK, PADA BAPAK.

( via sandera )
Sebelum tidur sampai umurku lima tahun, hampir setiap hari Bapak menceritakan kisah tentang ‘Naga Mang’, ular agung yang bisa terbang dan mampu menyemburkan api. Ia tinggal dan bergerilya di bukit tinggi belakang kampung kami, orang-orang di kampungku menyebutnya Bukit Pendek, tapi Bapak menamainya Gunung Manglayang. Belakangan aku baru mengerti dari cerita Bapak, arti Manglayang adalah tempat di mana Naga Mang terlihat melayang. Namun, sejak aku lahir, tak pernah sekalipun kulihat di angkasa, selain burung, awan, dan daun-daun yang meranggas di musim gugur, melayang dari Gunung Manglayang.

Bapak mengaku pernah dua kali melihatnya. Ia menceritakan dengan rasa takjub. Naga Mang melayang di angkasa seperti prisma. Tubuhnya yang hijau berpunuk runcing menatapnya tajam. Ia punya sepasang tanduk mahkota berwarna cokelat mahoni. Matanya merah, di antara sisiknya terdapat lapisan emas yang mengilap. Dari hidungnya keluar asap dan api, saking takutnya Bapak tak bisa lari ketika mata Naga Mang menatapnya lekat-lekat.

Mereka berpandangan begitu lama, sampai bulan purnama yang sebelumnya tertutup awan tebal kembali mengintip pelan-pelan. Naga Mang mengambil ancang-ancang, Bapak membaca doa karena ia pikir akan diterkam. Terdengar suara gemuruh dari langit dan mulut Naga Mang, Bapak memejamkan mata siap akan nasib terburuk baginya, mati tercabik atau tewas terpanggang. Tapi tak lama, udara kembali terasa sejuk, ketika ia membuka mata hanya ada satu lesakkan cahaya bergerak cepat seperti hendak menembak bulan. Ia terpana, sampai tak lama terdengar suara Kakek memanggilnya.

“Tadi, ada, ...Naga Mang, Pak,” ujarnya pada Kakek dengan suara terpenggal-penggal. Bukannya khawatir, Kakek malah tersenyum, “Alhamdulillah, tidak semua orang beruntung bisa bertemu dengan Naga Mang.” Ia menyatakan ketika kecil dulu juga pernah sekali melihat Naga Mang, dan berharap suatu saat bisa kembali melihatnya. Ia menatap nanar ke udara, melihat sisa lesakkan cahaya yang ditinggal Naga Mang menuju purnama.

Hingga akhir hidupnya, Kakek tak pernah meninggalkan kampung halaman kami. Ia juga tak pernah kembali bertemu Naga Mang. Sebelum meninggal ia berwasiat, “Kuburkan aku di tempat aku melihat Naga Mang.” Ayah membawa jenazah Kakek ke salah satu puncak di Gunung Manglayang, sendirian, sesuai wasiatnya. Ayah menggali kubur di tempat yang pernah ditunjukkan Kakek, di mana ia melihat Naga Mang. Air matanya menetes seiring keringat dingin yang membasahi pipinya ketika menggali kubur malam itu. Kakek terbaring tanpa nyawa di samping tanah gailan seukuran peti mati itu. Cuaca mendadak hangat, secercah cahaya muncul dari balik barisan pinus yang mengelilingi tanah lapang itu. Angin berisik, pohon pinus condong ke kiri diterpa udara, Naga Mang muncul dari balik bukit. Ayah kembali merasakan sensasi sama ketika pertama kali bertemu Naga Mang. Namun kali ini ia tak menatap matanya, Naga Mang menatap Kakek yang sudah terbaring tak bernyawa, mengambil ancang-ancang, dan kembali melesat ke udara. Kali kedua Bapak tak merasa takut, tapi kagum terpana dengan mulut menganga, ia menggali semacam rindu pada hal yang sebenarnya mustahil. Bapak tersenyum, sebelum kaget luar biasa ketika menatap ke samping di alas tanah, mata ayahnya terbuka lebar. Untungnya, atau setelah lama ia berpikir, memang itu tujuannya, seulas senyum terpoles di garis bibir Kakek.

Setelah itu Bapak merasa ditakdirkan untuk tak pernah meninggalkan kampung. Kakek yang merupakan tokoh agama di kampung seumur hidup baru dua kali bertemu Naga Mang. Bapak belum separuh abad umurnya, sudah menyamai torehan panutan hidup banyak warga kampung itu. Bapak memilih menjadi guru mengaji sementara kawan-kawannya yang lain mencari peruntungan sebagai kuli dan mandor proyek di kota besar. Di sisi lain, Bapak tak ingin mempersempit kesempatan untuk kembali melihat Naga Mang saat purnama tiba.

“Lebih baik memenuhi yang cukup di gelas yang kecil, daripada serba kekurangan mengisi cawan yang besar,” ujarnya suatu waktu meyakinkan Ibu di saat uang hanya cukup untuk membeli beras tiga mangkuk dan seperempat kilo tempe yang nanti Ibu masak orek agar terlihat lebih banyak.

Hingga hari ini, cerita itu masih tertanam lekang di benakku. Aku selalu berupaya segala cara agar bisa lekas bertemu Naga Mang. Ayah hanya bilang nanti juga tiba waktunya sambil mengulang cerita yang sama padaku hampir setiap malam, dan aku tak pernah bosan. Namun ia menegaskan, “Hanya orang yang beruntung bisa melihat Naga Mang. Dan hanya orang saleh yang masuk golongan orang beruntung.” Ketika orang lain bercita-cita jadi dokter, astronot, atau tentara, aku saat itu cukup saja berikhtiar untuk jadi ‘orang saleh’.

Hari pertama masuk sekolah dasar, tak ada desas-desus tentang Naga Mang yang kudengar dari teman sebayaku. Aku pikir cerita tentang Naga Mang memang hanya ada di garis keluargaku. Aku tersenyum dan memilih untuk menyimpan rahasia ini rapat-rapat, agar aku tak perlu bersaing keras untuk menjadi orang saleh.

“Apakah orang lain tahu tentang kisah Naga Mang ini?” Aku bertanya pada Ayah pulang dari surau. Ayah menjawab, kisah tentang Naga Mang hanya boleh diceritakan pada mereka yang pernah melihat, atau pada keturunannya kelak. Senyumku makin lebar sambil menatap teman sebayaku yang juga mengaji di surau milik Ayah berjalan ke rumahnya masing-masing.

Suatu saat, jika tak salah ingat ketika itu umurku 10 tahun, aku demam tinggi dan meminta izin agar tak ikut mengaji malam itu. Ayah meminta ibu untuk membuatkan teh manis dicampur madu sebelum berangkat ke surau. Ia berharap aku cepat sembuh sambil mengusap dan mengecek suhu badan melalui keningku. Setelah salat Isya, aku langsung tertidur dan berharap paling tidak bertemu saja sekali dengan Naga Mang, walaupun lewat mimpi.

Betapa kagetnya aku keesokan hari, dengan badan sempoyongan sisa demam semalam, aku menemukan fakta di sekolah bahwa, Asep, Ujang, dan Maman sibuk bergunjing tentang ular raksasa yang bisa terbang. “Naga Mang!” kudengar salah satu dari mereka yang juga murid mengaji Bapak mengatakan istilah ‘sakral’ itu. Aku cemburu dan kesal bukan main. Bisa-bisanya Bapak menceritakan hal ini pada orang lain ketika aku tak ada. Rahasia yang hanya dimilikki garis keturunanku. Mukaku memerah, demamku rasanya kembali tinggi.

Maman menghampiri, “Malam minggu mau ikut nggak? Kita kemping, berburu Naga Mang di Bukit Pendek!” ujarnya antusias mengajakku. Aku tak mau berbasa-basi, kesal sekali, aku jawab saja, “Naga Mang? Mang gue pikirin!” ujarku meniru dialog salah satu karakter ‘anak kota’ dalam sinetron yang selalu ditonton ibu saban malam.

2 >

/

Ditulis oleh Petang Galajingga (@gala) untuk The Moderntramp. #PAYUNGFANTASI adalah satu bab dalam Selasastra yang berisi tentang cerita fiktif yang kecil kemungkinannya terjadi, kecuali bagi mereka yang memercayainya. Cerita ‘Naga Mang’ adalah bagian pertama dari cerita dua babak berjudul sama, terinspirasi dari cerpen ‘Kuda Emas’ karya Tawakal M. Iqbal yang dimuat di Kompas, Ahad (23/6). 


Tuesday 24 June 2014

'THE WIND RISES' - HAYAO MIYAZAKI (2013)


1

#15MENIT - FILM TERBARU, SEKALIGUS PAMUNGKAS DARI MAESTRO ANIMASI DARI JEPANG, HAYAO MIYAZAKI RILIS DALAM BENTUK DVD PADA SABTU (21/6) PEKAN LALU. APAKAH INI JADI KARYA YANG HUSNUL KHOTIMAH BAGINYA? JIKA #15MENIT DARI FILM INI BISA MEREPRESENTASIKAN KESELURUHAN FILM, KAMI PIKIR MALAIKAT JUGA TAK SABAR BIKIN LAYAR TANCAP DI SURGA.

Karena Miyazaki tak pernah absen untuk memberi kebahagiaan. Dalam #15MENIT ‘The Wind Rises’, ia menegaskan hal tersebut. Diawali dengan scene mengagumkan dalam mimpi tokoh Jiro Horikoshi muda. Ketika langit hitam kelam menjadi warna fantasi dalam bunga tidurnya. Ia bertemu Giovanni Batista Caproni, insinyur aeronautical yang menjadi idola masa kecilnya.

So you think we’re sharing the same dream?" tanya Caproni pada Jiro (09:00). Saya senyum-senyum sendiri di bagian ini. Mimpi terindah adalah membayangkan orang lain juga memimpikan kita. Saya tak tahu apakah kelak Jiro akan bertemu Caproni, tapi yang jelas mimpi ini adalah modal utama baginya untuk meraih cita-citanya, menjadi seperti Caproni.

Airplanes are beautiful dreams. Engineers turn dreams into reality,” ujar Caproni pada Jiro muda (12:07). Ini sangat menjawab pertanyaan saya mengapa Miyazaki yang dikenal sebagai pakar fantasi, mengakhiri karirnya dengan membuat sebuah film biografi. Karena pada periode itu, terbang (atau menerbangkan orang lain) bukanlah hal yang mudah, bahkan untuk semata dikhayalkan. Saat itu terbang, bisa jadi fantasi terbesar.

Setelah adegan itu, saya tak membayangkan film berdurasi 126 menit ini akan membosankan. Awalnya terlintas demikian karena buat apa kita menonton film tentang sejarah yang kita tak (merasa perlu) tahu. Tapi separuh dari #15MENIT pertama di ‘The Wind Rises’ adalah fantasi dalam mimpi Jiro mengusir pikiran buruk itu. Siapa bisa bosan dengan fantasi yang dikonstruksi Miyazaki?

Namun yang membuat Miyazaki ternama bukan sekadar karena piawai membangun mimpi, tapi juga membuat cerita di lapis atas sadar karakternya dengan kuat. Saya pikir #15MENIT pertama di film ini akan berakhir ketika Jiro bangun dari tidurnya (13:05). Namun, dua menit setelahnya tampak menjadi pembuka bab penting dalam film ini. Pertemuan kali pertama Jiro dengan Naoko Satomi di atas kereta.

Adegan yang manis saat Naoko menangkap topi bundar Jiro yang tertiup angin. Hampir saja ia jatuh dari kereta. Jiro berganti gerbong untuk mengucapkan terima kasih. Ia mengucapkan sesuatu dalam bahasa Prancis, “Le vent  se leve.” Sebuah puisi ‘Le Cimetiere Marin’ dari Paul Valery , “Il faut tenter de vivre,” ujar Jiro membalas. Keduanya tersenyum

Jiro kembali duduk dan membaca buku, sementara Naomi kembali masuk ke gerbong keretanya. Ia mengulang puisi tadi dalam hening di tengah perjalanan kereta yang bingar. “The wind is rising! We must try to live.” (15:00)

Dan saya akan duduk anteng selama hampir dua jam ke depan karena #15MENIT pertama yang kuat dari film ini. Paling tidak ada tiga alasan. Pertama, menunggu keajaiban sinema lain yang bakal terserak dalam durasi film ini. Kedua, mengulik sejarah tentang Jiro Hiroshiko, yang nantinya dikenal sebagai pembuat kapal perang Jepang di Perang Dunia II. Ketiga, menikmati romantismenya dengan Naoko yang begitu manis di awal film, semoga gulanya tak cepat habis. Semoga bisa segera menulis ulasan panjang mengenai film ini usai film ini habis dilahap. Saya takut saja, terhisap dalam fantasi karya terakhir Hayao Miyazaki dan memilih untuk terus bermimpi.

UPDATE: Setelah membaca beberapa artikel, baru tahu kalau 'Ghibli', studio animasi yang didirikan Miyazaki terinspirasi dari pesawat terbang Caproni Ca.09 dengan julukan 'Ghibli'. Kata ini berasal dari Timur Tengah yang punya arti kurang lebih 'Badai dari Tenggara'. "It's one of my most favourite airplanes," kata Miyazaki.



/

Ditulis Mohammad Andi Perdana (@btork) untuk The Moderntramp. ‘#15MENIT’ adalah tulisan pendek dalam rubrik Seninema: Rubrik ini mencoba untuk menilai sebuah film lebih dari sekadar figur, sampul dan judul. Karena 15 belas menit pertama dalam sinema adalah durasi yang tepat untuk memberi kesan pertama. Pilihannya: lanjut menonton dan siap-siap terpukau; mempercepat banyak adegan film untuk mengetahui bagaimana ceritanya berakhir; atau segera mengakhiri dan melakukan hal lain yang lebih bermanfaat. Tabik.

Thursday 5 June 2014

SILICON VALLEY - FINALE (2014)

SPOILER ALERT, PAKE BANGET

Minggu ini adalah episode terakhir ‘Silicon Valley’ di musim debutnya yang brilian. Delapan episode yang lebih solid ketinbang serial yang mengisi plot sama di musim tayang sebelumnya, ‘Hello Ladies’. Terlebih karena ‘Silicon Valley’ punya akhir yang klimaks sekaligus menyisakan banyak penasaran untuk musim depan yang baru akan tayang, ...8-10 bulan lagi. Ah. Berikut delapan momen terbaik dari finale ‘Silicon Valley’ yang bikin saya nggak bisa berhenti tertawa, apalagi karena ditonton setelah episode ‘Game of Thrones’ yang begitu depresif.

1) Middle Out. Akhirnya, beres juga era Richard Hendricks yang menyebalkan. Apa-apa panik, apa-apa mual, apa-apa gugup. Akhirnya ia bisa menemukan solusi perumusan efektif kode ‘Pied Piper’ agar bisa melampaui torehan saingannya, ‘Nucleus’. Setelah ini, Richard kembali brilian dan jadi jaminan mutu banyak wanita akan gemas dan akan dengan mudah jatuh cinta padanya.


2) The Dick Joke Scene. Momen ‘middle out’ Richard muncul malah ketika teman-temannya, saking stresnya, bercanda bagaimana mereka harus mempresentasikan Pied Piper (yang amat tak siap) esok hari. Solusinya, Erlich will jerking off all the audience selama presentasi. Dari sini, selama lima menit ke depan, kita akan disuguhkan dick joke paling komperhensif dan lucu dalam layar kaca.


3) Let’s Pivoting. Sementara itu, Jared yang selain frustasi, juga kurang tidur, berharap agar Pied Piper berganti halauan, tak lagi menjadi aplikasi peredam kapasitas. “Bagaimana bila aplikasi ini bisa membuat kalian tahu apakah akan masuk surga atau neraka?” ujarnya. Dengan mata yang lelah, ia akan bertanya pada setiap orang >


4) Satanist sejak Dalam Pikiran. Bicara soal neraka, Gilfoyle kembali pada identitasnya (ia punya tato salib terbalik). Untuk mengungkapkan rasa bahagianya, ia bilang>


5) TechCrunch Disrupt Final. Di depan 800 penonton, Richard mengambil alih presentasi keesokan harinya. Timnya tak tahu apa hasil 'coli otak' yang ia lakukan sehari sebelumnya. Ia hanya mengklaim berhasil menaikan Weismann Score Pied Piper menjadi 3,8. Dan, ---drum roll--- dengan ragu-ragu, ia bisa membuktikan bahwa aplikasinya itu bisa mengkompres file dengan tingkat keefektifan, di luar dugaan 5,2 (lebih dari separuh besar file). Orang-orang kagum, karena skor tertinggi dalam sejarah peredaman kapasitas hanya 2,9. So, akhirnya Pied Piper tak jadi dibantai dan dipermalukan di depan publik. Dan saya tepuk tangan sendirian di kamar kosan.


6) Monica for Playboy Bunnies! Dan karena itu, Richard, berhasil menarik hati Monica. Blunder sih ini showrunner, karena pertama saya pikir terlalu cepat untuk Monica yang punya profesionalisme tinggi (mungkin) jatuh hati pada Richard. Kedua, karena Monica—yang gigi kelincinya membuktikan kalau makhluk pemakan rumput itu tak hanya seksi bila dipajang di majalah Playboy—belum rela untuk saya bagi-bagi, < 3.


7) That Bro/Gay Moment. Semua bersorak, termasuk Jared yang datang terlambat karena puas bobo. Dan jeritannya sebelum memeluk Richard, menjadi salah satu hal yang akan saya kenang dari finale serial ini. (Juga tentunya pertanyaan-pertanyaannya sebelum kontes, “Which one, which one, which one?”). Gay moment nomor tiga di serial ini, setelah 'gay code' antara Dinesh dan Gilfoyle dan kecemburuan Jared pada rekan satu timnya terhadap Richard karena merasa useless di episode silam.


8) RIP Christoper Evan Welch. Dan akhirnya usai kemenangan itu, Pied Piper menarik banyak investor. Untuk kedua kalinya Monica membuat Richard amat panik dan lagi-lagi, muntah. Tapi setidaknya ia sudah membuktikan bahwa ia sanggup menerima tantangan yang diberikan oleh Peter Gregory. Namun sayangnya, karakter terakhir pasti akan direcast pada musim keduanya, dan kalian yang sudah nyantol dengan Peter sejak awal episode, akan sedih melihat apa yang muncul di akhir kredit.



Sekian dan terima kasih, sampai jumpa di musim kedua ‘Silicon Valley’, tentunya dengan besar harapan, seperti ‘Entourage’, bahwa delapan episode sangat singkat untuk serial sebagus ini. Tabik.